Seperti Songkran, Inilah 5 Tradisi Perang Air di Indonesia

Siap-siap basah kena siraman air!

Festival Songkran di Thailand selalu menjadi atraksi wisata yang menarik perhatian wisatawan dunia. Selama perayaan yang berlangsung tiga hari tersebut Thailand kedatangan lebih banyak wisatawan.

Salah satu kegiatan favorit dari rangkaian acara tersebut adalah perang air yang melibatkan hampir seluruh penduduk setempat dan wisatawan sebagai acara puncak Festival Songkran. Masyarakat akan saling menyiramkan air dan sebagian jalan-jalan akan ditutup selama perang air ini.

Nah sebetulnya tidak perlu jauh-jauh ke Thailand jika ingin merasakan sensasi perang air seperti di Festival Songkran, berikut ini tradisi perang air yang ada di Indonesia.

1. Belimbur, tradisi Kuno Kerajaan Kutai Kartanegara

Seperti Songkran, Inilah 5 Tradisi Perang Air di Indonesiaindonesiakaya.com

Belimbur merupakan salah satu ritual dalam Tradisi Erau. Pada mulanya Erau merupakan bagian dari acara penobatan Raja Kutai Kartanegara. Namun seiring perkembangan jaman, Tradisi Erau diadakan setiap tahun sebagai festival budaya. 

Belimbur merupakan acara puncak dan penutup Festival Erau yang telah diadakan selama seminggu dengan berbagai ritual-ritual adat Kesultanan Kutai Kartanegara.

Sebelum dimulainya ritual belimbur, Sultan Kutai Kartanegara akan naik ke atas balai yang terbuat dari bambu kuning yang dinamakan Rangga Titi  dan kemudian memercikan air tuli  yakni air yang diambil dari Kutai Lama kepada hadirin di sekitarnya sebagai tanda dimulainya belimbur.

Setelahnya, masyarakat di sekitar istana akan saling menyiramkan air kepada sesamanya dan kegiatan saling menyiramkan air ini meluas ke seluruh penjuru kota.

2. Cian Cui, tradisi Masyarakat Tionghoa Meranti merayakan Imlek

Seperti Songkran, Inilah 5 Tradisi Perang Air di Indonesiariau.go.id

Tradisi ini dilakukan Masyarakat Tionghoa di Kota Selat Panjang, Kepulauan Meranti, Riau sejak puluhan tahun lalu dan telah menjadi ajang pariwisata di Selatpanjang sejak tahun 2013.

CianCui sendiri berasal dari Bahasa Hokien yang berarti perang air. Kegiatan yang satu ini tidak hanya dilakukan sehari, tapi selama enam hari berturut-turut sejak hari pertama Tahun Baru Imlek setiap jam 16.00 sampai 18.00 WIB.

Setiap orang yang ingin mengikuti Cian Cui dapat menaiki becak ataupun berkeliling jalan kaki melewati rute yang sudah disiapkan dan kamu harus siap-siap basah kuyup. Selama cian cui berlangsung, wisatawan dan masyarakat dari berbagai etnis yang tinggal di Kota Selatpanjang berbaur dalam kegiatan ini. 

Baca Juga: Perhatikan 6 Hal Ini sebelum Datang ke Dieng Culture Festival 2020

3. Gebyuran Bustaman, cara warga Kampung Bustaman menyambut Ramadan

Seperti Songkran, Inilah 5 Tradisi Perang Air di Indonesiainstagram.com/ahdiatgalih

Warga Kampung Bustaman, Semarang punya cara unik dalam menyambut datangnya bulan Ramadan. Tradisi yang dinamakan Geyuran Bustaman dimaknai sebagai simbol menyucikan diri sebelum datangnya bulan Ramadan.

Sebelum memulai gebyuran, para peserta akan mencoreng wajah mereka dengan cat warna-warni sebagai simbol sifat buruk manusia yang akan dibersihkan melalui tradisi ini. Setelah aba-aba dimulai, ratusan orang yang memadati gang-gang di Kampung Bustaman akan saling melemparkan kantong plastik beraneka warna tanpa sasaran dan bagi yang tidak kebagian kantong plastik mereka menggunakan gayung, ember, maupun selang air sebagai senjata mereka untuk menyiramkan air. 

Satu hal yang harus diingat ketika mengikuti tradisi ini yaitu kamu tidak boleh marah jika terkena lemparan atau gebyuran air. 

4. Siat Yeh Masyarakat Banjar Teba, Bali

Seperti Songkran, Inilah 5 Tradisi Perang Air di Indonesiainstagram.com/putusugiartha

Siat Yeh atau perang air yang dilakukan Masyarakat Banjar Teba di Bali ini dilaksanakan bertepatan dengan hari ngembak geni atau sehari setelah melaksanakan Nyepi.

Tradisi ini diawali dengan upacara pengambilan air, di mana masyarakat akan dibagi menjadi 2 kelompok. Satu kelompok akan pergi ke arah barat mengambil air di Pantai Segara dan satu kelompok lagi akan pergi ke arah timur mengambil air di Suwung.

Tradisi yang baru-baru ini mulai dihidupkan kembali setelah puluhan tahun tidak pernah diadakan oleh masyarakat Banjar Teba ini mempunyai filosofi mempertemukan dua sumber air yang berada di desa tersebut.

5. Siat Yeh di Festival Air Suwat, Bali

Seperti Songkran, Inilah 5 Tradisi Perang Air di Indonesiainstagram.com/madewedastra

Jika di Banjar Teba, Jimbaran perang air dilakukan bertepatan dengan hari pertama setelah Tahun Baru Kalender Saka, berbeda halnya dengan perang air di Suwat. Perang air ini dilakukan oleh masyarakat Desa Suwat, Gianyar ini dilakukan sehari setelah Tahun Baru Masehi.

Sebelum siat yeh (perang air) dimulai masyarakat akan berkumpul di perempatan desa atau disebut catus pata yang dianggap sebagai titik pertemuan berbagai sumber energi dan melakukan persembahyangan dahulu. Selain itu ada pertunjukan tari-tarian yang disuguhkan muda-mudi.

Setelahnya, barulah para peserta akan mulai memegang gayung mereka untuk diisi air dan disiramkan kepada orang di sekitarnya dan perang air pun dimulai.

Air yang digunakan dalam tradisi ini diambil dari Tukad Melanggih yang terletak di bawah Pura Dalem. Masyarakat menganggap air ini merupakan air suci yang sudah sejak dahulu digunakan sebagai sarana penyucian. 

Ternyata Indonesia juga mempunyai tradisi perang air yang unik-unik ya. Jadi tidak perlu jauh-jauh ke Thailand untuk merasakan perang air seperti di Songkran. Apakah kalian sudah siap basah untuk mengikuti perang-perang air ini? 

Baca Juga: 10 Festival Film Terbaik Dunia untuk Dikunjungi Saat Liburan

Agithyra Nidiapraja Photo Verified Writer Agithyra Nidiapraja

https://www.instagram.com/veerapracha/

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Febrianti Diah Kusumaningrum

Berita Terkini Lainnya