Suzuki Ignis (suzuki.co.id)
Pertama, soal ekspektasi pasar. Mayoritas pembeli mobil matik di Indonesia mengejar kenyamanan maksimal di macet. Jika sebuah sistem menuntut adaptasi gaya mengemudi agar mulus, banyak orang akan memilih opsi lain yang “langsung enak” sejak test drive.
Kedua, soal positioning produk. AGS pernah hadir di model yang bermain di segmen sensitif harga. Di segmen ini, keputusan konsumen sangat dipengaruhi persepsi nilai: kenyamanan, resale value, dan kemudahan jual kembali. Ketika istilah “AGS” belum familier, sebagian calon pembeli cenderung ragu, khawatir perawatan lebih rumit atau takut terasa aneh, meski pada praktiknya tidak selalu demikian.
Ketiga, tekanan kompetisi. Saat pesaing menawarkan pengalaman CVT/AT yang semakin halus dan makin luas di berbagai model, AGS jadi sulit menonjol. Pada akhirnya, AGS “kalah” bukan karena tidak bisa jalan, melainkan karena pasar Indonesia sudah mengunci definisi matik sebagai mulus, minim jeda, dan minim adaptasi. Jika definisi itu tidak terpenuhi, label “kurang cocok” cepat menempel.