Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
kreditmobil Ilustrasi showroom mobil (Pexels/Antoni Shkraba)
kreditmobil Ilustrasi showroom mobil (Pexels/Antoni Shkraba)

Intinya sih...

  • Depresiasi terbesar terjadi di awal karena nilai “baru” cepat hilang

  • Biaya kepemilikan tinggi membuat pembeli bekas menawar lebih agresif

  • Pasar mobil mewah bekas lebih sempit dan sangat dipengaruhi tren

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Mobil mewah sering terlihat seperti “aset prestise” yang aman: desain elegan, fitur melimpah, dan badge yang bikin percaya diri. Tapi begitu keluar dari showroom, banyak model justru mengalami penurunan nilai yang terasa brutal, kadang harga bekasnya seperti jatuh dari tebing.

Fenomena ini bukan sekadar karena “orang maunya baru”. Ada kombinasi faktor ekonomi, psikologi pasar, biaya kepemilikan, sampai perubahan tren dan teknologi yang membuat harga bekas mobil mewah lebih fluktuatif dibanding mobil mass market.

1. Depresiasi terbesar terjadi di awal karena nilai “baru” cepat hilang

Ilustrasi showroom mobil (Pexels/Antoni Shkraba)

Pada mobil mewah, harga jual terutama dibangun dari pengalaman baru: garansi penuh, kondisi sempurna, dan status “first owner”. Begitu mobil terdaftar dan keluar dari dealer, label “baru” hilang, sementara banyak pembeli mobil mewah cukup sensitif terhadap gengsi dan riwayat pemakaian. Akibatnya, selisih antara harga baru dan harga bekas tahun pertama besar sekali, karena pasar menilai risiko kecil yang sama—lecet halus, cat ulang, servis yang telat—sebagai “penalty” yang mahal.

Selain itu, pabrikan dan dealer kerap memberi promo, diskon, atau paket bundling di unit baru pada momen tertentu. Diskon unit baru otomatis menekan patokan harga unit bekas, karena pembeli membandingkan “harga efektif” setelah promo, bukan harga OTR di brosur.

2. Biaya kepemilikan tinggi membuat pembeli bekas menawar lebih agresif

ilustrasi pembelian mobil bekas (pexels.com/Antoni Shkraba)

Mobil mewah bukan hanya soal harga beli, tapi biaya hidupnya: pajak, asuransi, konsumsi BBM, ban performa, oli spesifikasi tertentu, hingga servis berkala yang lebih mahal. Komponen seperti air suspension, transmisi, atau modul elektronik bisa membuat biaya perbaikan melonjak bila ada kerusakan.

Karena itu, pembeli mobil bekas membangun “dana risiko” dalam tawaran mereka. Semakin rumit teknologinya, semakin besar potongan harga yang mereka minta untuk mengantisipasi kejutan bengkel. Faktor ketersediaan suku cadang dan kualitas bengkel spesialis juga berpengaruh. Jika sebuah model terkenal “rewel” atau parts-nya harus inden, harga bekasnya makin tertekan karena mobil dianggap kurang praktis untuk dipakai harian.

3. Pasar mobil mewah bekas lebih sempit dan sangat dipengaruhi tren

ilustrasi mobil bekas (pexels.com/siddant kanthi)

Berbeda dengan mobil keluarga populer, pasar mobil mewah bekas cenderung niche. Calon pembeli lebih sedikit, sehingga sedikit perubahan sentimen bisa memukul harga. Ketika tren bergeser—misalnya dari sedan besar ke SUV, dari mesin besar ke hybrid/EV, atau dari warna tertentu ke warna netral—model yang “out of trend” cepat turun nilainya.

Di sisi lain, generasi baru biasanya hadir dengan fitur keselamatan, infotainment, dan efisiensi yang jauh meningkat. Perbedaan terasa besar, sehingga generasi lama terlihat “ketinggalan zaman” meski masih nyaman. Ditambah rumor biaya perawatan, isu reliability, atau stigma “mobil mantan orang kaya yang dijual karena mahal rawatnya”, harga makin rentan jatuh.

Pada akhirnya, harga mobil mewah bekas terjun bebas karena pasar menghargai kenyamanan dan status, tetapi juga menghukum risiko. Jika Anda ingin membeli mobil mewah bekas, kuncinya adalah memilih model dengan reputasi perawatan baik, riwayat servis rapi, dan memperhitungkan biaya kepemilikan sejak awal—biar senyumnya tidak hilang saat tagihan bengkel datang.

Untuk penjual, menjaga value berarti disiplin: servis tepat waktu, simpan invoice, hindari modifikasi ekstrem, dan jaga interior. Saat menjual, pilih timing ketika unit sejenis tidak sedang menumpuk di pasar agar harga tidak saling banting.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team