ilustrasi mengendarai motor bebek (unsplash.com/Tron Le)
Meski secara tren pasar motor bebek telah menyusut drastis dibanding satu dekade lalu, segmen ini belum benar-benar menghilang karena masih ada basis pengguna yang loyal. Sebagian besar konsumen di daerah pedesaan, pelajar, pekerja lapangan, dan pelaku usaha kecil tetap memilih motor bebek karena nilai fungsional yang ditawarkan. Selain itu, ada pula konsumen yang merasa lebih nyaman mengendarai motor manual karena memberikan kontrol penuh saat melaju, terutama di jalanan menanjak atau saat membawa beban berat.
Tidak sedikit juga yang menyukai sensasi berkendara dengan motor bebek karena perpindahan giginya terasa lebih menyatu dengan mesin. Ini memberikan pengalaman berkendara yang lebih “hidup” bagi sebagian pengendara, sesuatu yang sulit ditemukan pada motor matik. Selain itu, faktor ekonomi juga menjadi alasan utama. Di tengah fluktuasi harga BBM dan biaya hidup yang semakin tinggi, motor bebek menjadi pilihan rasional karena biaya operasionalnya yang rendah. Bahkan ketika harga motor baru mengalami kenaikan antara Rp800 ribu hingga Rp2 juta, motor bebek masih dianggap paling masuk akal secara harga dibanding varian lainnya.
So, motor bebek di Indonesia memang tak lagi berada di puncak kejayaan seperti tahun 2010-an, namun masih bertahan dengan pangsa pasar sekitar 5,4 persen atau 342 ribu unit sepanjang 2024. Keunggulan seperti irit bahan bakar, harga terjangkau, kemampuan menghadapi medan berat, serta perawatan murah membuat motor bebek tetap relevan bagi sebagian masyarakat. Sementara skutik mendominasi, eksistensi motor bebek adalah bukti bahwa kebutuhan konsumen sangat beragam dan belum semuanya bisa digantikan oleh kenyamanan otomatis.