Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi touring naik motor (pexels.com/Zaur Takhgiriev)
ilustrasi touring naik motor (pexels.com/Zaur Takhgiriev)

Banyak pengendara motor pernah mengalami situasi ketika harus menaklukkan tanjakan curam, terutama di pegunungan, perumahan berbukit, atau jalan sempit yang tidak ramah kendaraan bermotor. Dalam kondisi seperti itu, muncul anggapan bahwa berjalan atau mengarahkan motor secara zigzag dapat membantu mengurangi beban mesin sehingga motor lebih mudah naik. Praktik ini cukup sering terlihat, terutama pada motor bermesin kecil atau saat membawa beban berat.

Namun, benarkah teknik zigzag ini efektif dan aman dilakukan? Secara teori, ada alasan fisika yang membuatnya terdengar masuk akal. Tapi, realitas di jalan raya tetap harus mempertimbangkan faktor keselamatan, kontrol kendaraan, dan etika berkendara. Untuk memahami apakah cara ini layak dilakukan, penting untuk melihat penjelasan teknis dan konsekuensi risikonya.

1. Mengapa zig-zag terasa membantu di tanjakan curam

ilustrasi touring motor (pexels.com/Yogendra Singh)

Saat motor bergerak lurus menanjak, roda depan dan belakang harus melawan sudut elevasi secara langsung. Itu berarti mesin membutuhkan torsi besar untuk mempertahankan kecepatan. Ketika pengendara mengambil jalur zigzag, sudut tanjakan yang dihadapi roda menjadi lebih landai meskipun panjang jalur bertambah. Efeknya, beban mesin terasa lebih ringan dan motor dapat naik dengan tenaga yang lebih kecil.

Teknik ini paling terasa pada motor matik bermesin 110–125 cc atau motor beban berat tanpa momentum. Selain itu, zigzag memberi waktu bagi mesin untuk mempertahankan putaran tanpa kehilangan tenaga secara tiba-tiba. Karena itulah sebagian pengendara merasa zigzag menjadi solusi instan ketika motor mulai kehabisan tenaga di tengah tanjakan.

2. Risiko keselamatan yang sering diabaikan

ilustrasi touring motor (pexels.com/Blaz Erzetic)

Meski membantu secara mekanis, zigzag bukan teknik yang aman dilakukan di jalan umum. Ketika motor bergerak menyamping, jarak pandang pengendara belakang terganggu dan potensi tabrakan meningkat. Di jalan dua arah, motor bisa masuk ke lajur berlawanan, menimbulkan bahaya fatal.

Selain itu, pengendara dapat kehilangan keseimbangan karena perubahan sudut kemudi yang terlalu cepat, terutama jika permukaan jalan licin, berbatu, atau berlubang. Pada motor matik, zigzag juga berisiko memaksa CVT bekerja lebih keras, memicu selip atau overheating. Dalam banyak kasus, zigzag justru memperlambat motor sehingga makin rentan mundur atau berhenti di tengah tanjakan.

3. Teknik yang lebih aman dibanding zig-zag

ilustrasi naik motor (pexels.com/Khoa Võ)

Daripada mengandalkan zigzag, ada cara yang lebih tepat dan aman untuk menaklukkan tanjakan curam. Pertama, turunkan gigi atau jaga putaran mesin tetap stabil pada motor matik—umumnya 5.000–7.000 rpm. Kedua, pastikan momentum sudah terbentuk sebelum memasuki tanjakan, karena berhenti di tengah tanjakan membuat motor bekerja lebih berat. Ketiga, kurangi beban bawaan, periksa tekanan ban, dan pastikan kondisi mesin prima.

Jika tetap ragu, berhentilah di area aman dan minta bantuan, daripada memaksakan diri. Pada kondisi ekstrem seperti tanjakan sangat curam, jalur sempit, atau permukaan tidak rata, berjalan zigzag sebaiknya dihindari sepenuhnya.

Pada akhirnya, zigzag memang memiliki dasar teknis, namun manfaatnya tidak sebanding dengan risikonya. Keselamatan selalu lebih penting daripada sekadar mencapai puncak tanjakan lebih cepat.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team