Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi balapan motogp (unsplash.com/@alimahmoodi)
ilustrasi balapan motogp (unsplash.com/@alimahmoodi)

MotoGP adalah ajang balap motor paling bergengsi di dunia yang menuntut standar keselamatan tertinggi. Tidak hanya motor yang dipakai, tetapi juga perlengkapan pembalap, termasuk helm. Banyak orang penasaran berapa sebenarnya harga helm yang digunakan para pembalap MotoGP dan kenapa harganya bisa jauh lebih mahal dibanding helm untuk penggunaan harian.

Helm MotoGP bukan sekadar pelindung kepala, melainkan sebuah perangkat teknologi canggih. Material, desain, hingga proses uji yang dilaluinya membuat helm jenis ini memiliki nilai yang sangat tinggi. Harga sebuah helm MotoGP asli bisa mencapai puluhan juta rupiah, bahkan mendekati seratus juta jika dihitung dengan spesifikasi khusus untuk balap profesional.

1. Harga helm MotoGP

ilustrasi balap MotoGP (pexels.com/Wayne Lee)

Helm yang dipakai pembalap MotoGP biasanya berasal dari merek-merek ternama seperti AGV, Shoei, Arai, Shark, HJC, atau KYT. Versi komersial atau replika resmi dari helm yang dipakai pembalap biasanya dijual dengan harga mulai dari Rp10 juta hingga Rp25 juta, tergantung merek dan modelnya.

Namun, helm dengan spesifikasi persis seperti yang digunakan pembalap MotoGP di lintasan bisa jauh lebih mahal. Harga helm balap profesional tersebut berkisar antara Rp40 juta hingga Rp80 juta, bahkan bisa lebih jika helm dibuat secara custom sesuai ukuran kepala pembalap. Angka ini memang fantastis, tetapi sepadan dengan teknologi dan standar keselamatan yang diterapkan.

2. Alasan helm MotoGP sangat mahal

ilustrasi MotoGP (unsplash.com/ThrowBack.sk)

Ada beberapa faktor yang membuat helm MotoGP berharga tinggi. Pertama adalah material. Helm balap dibuat dari bahan komposit super ringan seperti serat karbon, kevlar, dan fiberglass berkualitas tinggi. Material ini membuat helm kuat menahan benturan ekstrem, tetapi tetap ringan agar pembalap tidak cepat lelah.

Kedua adalah teknologi aerodinamika. Helm MotoGP dirancang melalui simulasi komputer dan uji terowongan angin untuk memastikan bentuknya stabil pada kecepatan lebih dari 300 km/jam. Setiap detail, mulai dari spoiler, ventilasi udara, hingga bentuk visor, dibuat untuk meminimalkan hambatan angin dan menjaga kenyamanan pembalap.

Ketiga adalah standar uji keselamatan. Helm MotoGP harus lulus sertifikasi FIM FRHPhe-01, yang mencakup uji benturan multi-sudut, uji penetrasi benda tajam, serta uji rotasi untuk mengukur perlindungan terhadap cedera otak. Proses uji yang rumit ini memerlukan biaya besar, yang pada akhirnya berpengaruh pada harga helm.

3. Nilai tambah bagi penggemar

ilustrasi balapan MotoGP (pixabay.com/ Lesbains39)

Selain faktor teknis, harga helm MotoGP juga dipengaruhi oleh nilai eksklusivitasnya. Banyak penggemar rela membayar lebih untuk membeli helm edisi replika yang menyerupai desain pembalap favorit mereka, misalnya Valentino Rossi dengan AGV-nya atau Marc Marquez dengan Shoei. Helm edisi terbatas ini bisa menjadi barang koleksi dengan nilai jual kembali yang tinggi.

Bagi pembalap profesional, helm mahal bukanlah gaya hidup, melainkan kebutuhan utama demi keselamatan. Namun, bagi penggemar, helm dengan desain MotoGP adalah simbol kecintaan terhadap dunia balap sekaligus bentuk apresiasi terhadap idolanya.

Harga helm MotoGP asli bisa mencapai puluhan hingga hampir seratus juta rupiah karena faktor material premium, teknologi aerodinamis, serta standar uji keselamatan FIM yang sangat ketat. Bagi pembalap, helm ini adalah perlengkapan wajib untuk menjaga keselamatan di lintasan berkecepatan tinggi. Sedangkan bagi penggemar, helm replika MotoGP menawarkan kebanggaan dan nilai koleksi. Jadi, mahalnya helm MotoGP sebanding dengan kualitas dan peran pentingnya dalam dunia balap motor paling bergengsi di dunia.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team