Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi motor sport (pexels.com/ClickerHappy)
ilustrasi motor sport (pexels.com/ClickerHappy)

Intinya sih...

  • Gaya inersia dan tekanan darah

  • Penglihatan menyempit: tunnel vision

  • Penurunan refleks dan peningkatan beban mental

Saat motor melaju dengan kecepatan tinggi, seperti 170 km/jam, tubuh biker akan berada pada tekanan fisik dan mental yang sangat berat. Kekuatan dari kecepatan tersebut tak hanya menguji kendaraan, tetapi juga kemampuan adaptasi tubuh manusia terhadap kondisi ekstrem. Selain adrenalin yang meningkat, tubuh akan merasakan dampak nyata pada sistem saraf, peredaran darah, dan penglihatan—semua unsur penting untuk menjaga keselamatan.

Tak hanya memerlukan konsentrasi penuh dan reflek luar biasa, tubuh juga akan terpapar gaya inersia (G‑force) yang lebih tinggi, terutama saat melakukan manuver mendadak seperti pengereman atau menikung. Efeknya bisa meliputi gangguan pernapasan, kelelahan otot, hingga penurunan kesadaran jika tidak diantisipasi. Penting bagi pengemudi untuk memahami perubahan-perubahan ini, agar tetap waspada dan menjaga posisi berkendara yang tepat.

1. Gaya inersia dan tekanan darah

Ilustrasi Touring (Pexels.com/Ene Marius)

Saat mobil melaju dengan kecepatan tinggi dan tiba-tiba memperlambat, tubuh akan merasakan gaya inersia yang mengarah ke depan. Gaya ini, yang diukur dalam satuan G‑force, bisa menyebabkan darah bergerak dari kepala ke kaki, menurunkan suplai darah ke otak dan memicu gejala seperti pusing ringan, penglihatan abu‑abu, atau blackout dalam kasus ekstrem.

Pada tingkat yang sangat tinggi, seperti yang dialami pilot pesawat tempur, G‑force bisa mencapai 4–6 g dalam hitungan detik, cukup untuk menyebabkan hilang kesadaran jika tubuh tidak siap (en.wikipedia.org). Walau saat berkendara efeknya tidak sebesar itu, tubuh tetap bisa merasa tegang, terutama pada otot leher dan punggung, karena menahan gaya mendadak saat genangan atau rem.

2. Penglihatan menyempit: tunnel vision

Ilustrasi motor balap (Pexels/Luis Contf)

Seiring meningkatnya kecepatan, fungsi visibilitas samping pengemudi akan menurun. Fenomena ini dikenal sebagai tunnel vision, di mana pandangan menyempit hanya pada bagian tengah, sehingga objek di tepi jalan kurang terlihat. Studi menunjukkan bahwa di kecepatan tinggi, kemampuan menginterpretasi situasi di pinggir jalan sangat berkurang, menyebabkan pengemudi tak siap jika tiba-tiba ada kendaraan, pejalan kaki, atau hewan yang menyeberang. Dalam satu detik perjalanan pada kecepatan 170 km/jam, mobil bisa melintasi hampir 47 meter—cukup untuk melewati rintangan penuh sebelum pengemudi sempat bereaksi.

3. penurunan refleks dan peningkatan beban mental

ilustrasi balapan MotoGP (pexels.com/ Wayne Lee)

Kognisi pengemudi juga diuji keras. Otak harus memproses data visual dan sensorik dalam fraksi detik untuk menjaga kendaraan tetap pada lintasan aman. Menurut penelitian, gangguan mental sekecil apapun bisa meningkatkan beban kognitif dan memicu tunnel vision (wired.com). Stres mental ini berpotensi menurunkan kesigapan, memperlambat reaksi terhadap bahaya, bahkan ketika pandangan tidak terganggu secara langsung. Dalam konteks ini, fokus dan kesiapan mental sama pentingnya dengan kemampuan fisik.

Secara keseluruhan, melaju dengan kecepatan 170 km/jam bukan sekadar soal menekan pedal gas—tubuh dan pikiran mengalami tekanan yang nyata. Jika terlalu sering atau lama, dampaknya bisa memicu kelelahan fisik, gangguan aliran darah, serta risiko kecelakaan lebih tinggi. Meskipun memacu kendaraan terasa mendebarkan, keselamatan tetap menjadi prioritas. Penting untuk tetap menjaga perhatian, duduk dengan posisi baik, dan memahami batas tubuh terhadap kecepatan ekstrem.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team