Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pertengkaran (freepik.com/yanalya)
Pertengkaran (freepik.com/yanalya)

Intinya sih...

  • Sulit menjaga batas profesional antara urusan keluarga dan pekerjaan.

  • Ekspetasi kerja yang berlebihan dari kedua belah pihak.

  • Konflik bisnis bisa merembet hingga ke urusan keluarga, sulit diselesaikan secara profesional.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Saat memulai atau menjalankan bisnis, salah satu godaan terbesar adalah mengajak anggota keluarga atau saudara untuk ikut terlibat. Alasan utamanya adalah kita merasa lebih nyaman mempercayakan urusan bisnis kepada orang yang sudah dekat. Selain itu, ada pula anggapan bahwa mengajak saudara bekerja bisa mempererat hubungan kekeluargaan sekaligus membantu mereka yang butuh pekerjaan.

Walaupun begitu, terkadang realitanya berbeda. Bisnis adalah dunia profesional dengan aturan, target, dan tanggung jawab yang jelas. Menggabungkan bisnis dengan hubungan keluarga yang penuh emosi dan kedekatan pribadi bisa menimbulkan dilema baru. Bukannya menambah kekuatan, kadang justru menciptakan masalah yang merugikan dua belah pihak.

Nah, berikut ini lima alasan kenapa tidak semua saudara cocok jadi karyawan di usaha sendiri. Scroll di bawah ini!

1. Sulit menjaga batas profesional

Bekerja Di Kantor (freepik.com/ArthurHidden)

Bekerja dengan saudara sering kali membuat batas antara urusan keluarga dan pekerjaan menjadi kabur. Misalnya, ketika saudara datang terlambat atau tidak menyelesaikan tugas, kita bisa merasa serba salah untuk menegurnya. Sebagai pemilik usaha, kita dituntut tegas, tapi sebagai saudara, kita sering diliputi rasa sungkan.

Masalah ini bisa berdampak pada karyawan lain. Mereka mungkin melihat adanya perlakuan istimewa yang tidak mereka dapatkan. Akibatnya, rasa keadilan terganggu dan budaya kerja sehat jadi sulit terbentuk. Jika dibiarkan, hal ini bisa menurunkan motivasi tim secara keseluruhan.

2. Ekspetasi kerja yang berlebihan

Ilustrasi bisnis digital. (Pexel/Fox)

Saudara yang bekerja di usaha kita kadang masuk dengan ekspektasi tertentu. Mereka mungkin menganggap akan mendapat perlakuan lebih ringan, jam kerja lebih fleksibel, atau posisi lebih tinggi. Ketika kenyataan tidak sesuai, rasa kecewa bisa muncul dan memengaruhi kinerja.

Sebaliknya, kita sebagai pemilik usaha juga bisa menaruh harapan terlalu besar pada saudara. Kita berharap mereka lebih loyal, lebih rajin, atau bahkan rela bekerja lebih keras dibanding karyawan lain. Ketidaksesuaian ekspektasi ini bisa menimbulkan gesekan di kedua sisi.

3. Konflik bisa masuk ke urusan keluarga

ilustrasi perselisihan (pexels.com/SHVETS production)

Ketika saudara terlibat dalam bisnis, masalah pekerjaan sering kali ikut terbawa ke ranah pribadi. Contohnya, jika ada perselisihan soal gaji, pembagian kerja, atau keputusan tertentu, konflik tersebut bisa merembet hingga ke acara keluarga. Situasi yang harusnya hangat bisa berubah canggung hanya karena urusan kantor.

Konflik semacam ini sering kali lebih sulit diselesaikan. Kalau dengan karyawan biasa kita bisa profesional dan objektif, dengan saudara sering kali emosi lebih dominan. Alih-alih menyelesaikan masalah, hubungan kekeluargaan bisa rusak hanya karena persoalan bisnis.

4. Resiko ketergantungan terlalu besar

ilustrasi perselisihan (pexels.com/Monstera)

Banyak pemilik usaha merasa lebih tenang jika saudaranya ikut membantu, apalagi di posisi penting. Namun, kondisi ini bisa membuat bisnis terlalu bergantung pada mereka. Jika suatu saat saudara tersebut berhenti atau terjadi konflik, operasional usaha bisa terganggu secara signifikan.

Ketergantungan semacam ini berbahaya. Bisnis idealnya bisa berjalan dengan sistem, bukan bergantung pada individu tertentu. Kalau pondasi bisnis dibangun hanya berdasarkan hubungan keluarga, maka keberlangsungan jangka panjang akan sangat rapuh.

5. Sulit mengambil keputusan secara tegas

ilustrasi perselisihan dalam keluarga (pexels.com/Timur Weber)

Dalam perjalanan bisnis, ada kalanya pemilik harus membuat keputusan sulit, seperti menegur, memberi sanksi, atau bahkan memberhentikan karyawan. Jika karyawan itu adalah saudara, keputusan ini jadi lebih berat. Ada rasa sungkan, takut menyinggung, atau khawatir merusak hubungan keluarga.

Menunda keputusan tegas karena faktor emosional bisa membuat masalah semakin besar. Bisnis butuh kepemimpinan yang objektif. Kalau pemilik terlalu ragu hanya karena ada hubungan darah, bisnis bisa kehilangan arah dan sulit berkembang.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team