Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi panel surya (pexels.com/Mark Stebnicki)
ilustrasi panel surya (pexels.com/Mark Stebnicki)

Intinya sih...

  • China menjadi pemain terbesar dalam produksi teknologi energi bersih, menghasilkan 60% turbin angin global dan 80% panel surya dunia.

  • China berhasil mencapai kapasitas energi terbarukan sebesar 1.200 gigawatt, enam tahun lebih cepat dari target resmi pemerintah.

  • Perusahaan-perusahaan China telah menggelontorkan lebih dari 210 miliar dolar AS untuk proyek manufaktur hijau di luar negeri, melampaui Marshall Plan setelah disesuaikan inflasi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

China sedang berada di garis depan dalam transisi energi bersih dunia. Dari produksi teknologi ramah lingkungan hingga diplomasi iklim global, negara ini memainkan peran yang tidak bisa diabaikan. Banyak capaian yang telah diraih China, namun sebagian di antaranya mungkin belum diketahui banyak orang.

Perjalanan China menuju energi hijau bukan sekadar ambisi domestik, tetapi juga langkah strategis yang memengaruhi pasar global. Skala investasi, inovasi teknologi, hingga posisinya dalam perundingan iklim internasional menjadikan China aktor penting dalam melawan krisis iklim. Berikut lima fakta menarik yang memperlihatkan besarnya dampak negara ini.

1. China kuasai produksi teknologi energi bersih

Bendera China (pexels.com/aboodi vesakaran)

Dilansir dari Al Jazeera, China kini menjadi pemain terbesar dunia dalam pembuatan turbin angin dan panel surya. Negara ini menghasilkan 60 persen turbin angin global dan 80 persen panel surya dunia. Akibatnya, harga modul surya turun lebih dari 90 persen sejak 2010, membuat energi bersih semakin terjangkau.

Dominasi tersebut lahir dari kebijakan industri yang agresif dan investasi pemerintah yang mencapai 625 miliar dolar AS (setara Rp10,2 kuadriliun) tahun lalu. Jumlah itu setara hampir sepertiga dari total investasi energi bersih global. Hasilnya, China tidak hanya memperkuat pasar dalam negeri, tetapi juga mengekspor teknologi hijau ke berbagai negara.

Keunggulan ini diperkuat oleh lonjakan inovasi. Pada 2020, hanya 5 persen paten energi global berasal dari China, namun kini angkanya mencapai 75 persen. Fakta ini membuktikan bahwa China bukan hanya produsen, tetapi juga inovator dalam teknologi energi hijau.

2. Kapasitas energi terbarukan lampaui target pemerintah

ilustrasi energi hijau (pexels.com/Pixabay)

China berhasil mencapai kapasitas energi terbarukan sebesar 1.200 gigawatt, enam tahun lebih cepat dari target resmi. Pembangunan tenaga angin dan surya di negara ini bahkan dua kali lipat lebih besar dibandingkan total pembangunan seluruh dunia pada tahun lalu. Skala pencapaiannya sungguh luar biasa.

Dilansir dari Newsweek, pada paruh pertama 2025 saja, China menambah 267,53 gigawatt kapasitas surya, hampir tiga kali lipat dari pembangunan global di periode yang sama. Sementara itu, produksi listrik tenaga angin tumbuh 16 persen dan surya melonjak 43 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk pertama kalinya, kombinasi tenaga surya dan angin melampaui tenaga air, nuklir, dan bioenergi di dalam negeri.

Keberhasilan ini didukung rantai pasok domestik yang terintegrasi kuat. Dengan 84 persen pertumbuhan permintaan listrik pada 2024 dipenuhi energi bersih, China menunjukkan langkah nyata mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.

3. Investasi luar negeri lampaui rencana Marshall

ilustrasi pengisian daya kendaraan listrik (pexels.com/Kindel Media)

Dilansir dari Economic Times, Sejak 2022, perusahaan-perusahaan China telah menggelontorkan lebih dari 210 miliar dolar AS (setara Rp3,4 kuadriliun) untuk proyek manufaktur hijau di luar negeri. Nilai itu melampaui Marshall Plan setelah disesuaikan inflasi, menjadikannya salah satu ekspansi terbesar dalam sejarah energi bersih. Investasi tersebut mencakup lebih dari 460 proyek di 50 negara.

Fokusnya adalah sektor baterai, surya, dan kendaraan listrik. Indonesia menjadi tujuan utama karena sumber nikel yang melimpah, sementara Maroko menarik investasi besar untuk bahan baku baterai dan hidrogen hijau. Perusahaan besar seperti BYD dan Trina Solar menjadi ujung tombak langkah ini.

Meski menghadapi hambatan tarif dan ketidakpastian regulasi global, ekspansi ini tetap memperkuat pengaruh China. Strateginya bergeser dari sekadar mengekspor produk hijau menjadi membangun rantai pasok global. Bagi banyak negara berkembang, investasi ini sekaligus membantu membangun industri energi bersih domestik.

4. Konsumsi bahan bakar fosil mulai stagnan

ilustrasi bahan bakar fosil (pexels.com/cottonbro studio)

China mencapai titik stagnasi konsumsi bahan bakar fosil sejak 2021. Laporan menunjukkan bahwa pada 2024, 84 persen kenaikan permintaan listrik dipenuhi energi terbarukan seperti angin, surya, dan nuklir. Ini menandai pergeseran besar menuju sumber energi bersih.

Walau tetap menjadi penyumbang emisi karbon terbesar, China berhasil menekan emisi gas rumah kaca dengan tren penurunan tipis tahun lalu. Konsumsi langsung bahan bakar fosil di sektor transportasi, pemanas, dan industri bertahan di angka sekitar 150 exajoule sejak 2018. Hal ini memperlihatkan proses dekarbonisasi mulai berhasil.

Ke depan, kunci keberhasilan ada pada rencana lima tahun berikutnya (2026–2030). Jika momentum dijaga, China bisa memangkas emisi hingga 30 persen pada 2035. Selain manfaat iklim, langkah ini juga berpotensi memperkuat industri energi bersih domestik.

5. Peran China di diplomasi iklim global

ilustrasi hutan (pexels.com/Tom Fisk)

Dilansir dari The Guardian, China semakin aktif dalam arena diplomasi iklim internasional, terutama setelah Amerika Serikat (AS) mundur dari perundingan saat dipimpin Donald Trump. Presiden China, Xi Jinping menyatakan bahwa negaranya tidak akan memperlambat aksi iklim atau menarik dukungan pada kerja sama internasional. Pernyataan ini menegaskan komitmen China di tengah dinamika geopolitik.

Pada 2025, China menjalin kesepakatan dengan Uni Eropa untuk mendukung hasil ambisius di Cop30. Dalam sejarah sebelumnya, negara ini juga berperan dalam mendorong lahirnya Kesepakatan Paris dan target keuangan iklim global. Posisi China kini semakin penting sebagai penyumbang emisi historis terbesar kedua.

Di Cop30 yang akan berlangsung di Belém, Brasil, China diperkirakan memperkuat dukungan lewat inisiatif di luar kerangka PBB. Salah satunya adalah dukungan pada Dana Hutan Tropis Selamanya Brasil. Peran ini memperlihatkan bagaimana China memadukan strategi politik dengan kepemimpinan iklim global.

Perjalanan China dalam transisi energi hijau menunjukkan bagaimana ambisi besar bisa mengubah arah industri global. Dari inovasi teknologi hingga peran di panggung diplomasi, negara ini telah membuktikan dirinya sebagai motor penggerak energi bersih dunia.

Pencapaian ini sekaligus menjadi gambaran bahwa masa depan energi tidak lagi bergantung pada bahan bakar fosil, melainkan pada keberanian berinvestasi dalam solusi berkelanjutan. Bagaimana menurutmu, apakah negara lain bisa menyaingi kecepatan transisi ini?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team