ANTARA FOTO/YUSUF NUGROHO
Isu kartel garam mulai menyita perhatian publik sejak para pengusaha garam marak melakukan impor pada 2015 dengan dalih stok garam menipis. Hal itu berdampak signifikan kepada para petani garam lokal.
Pada 2018 isu mengenai kartel garam kembali menghangat. Tujuh perusahaan importir garam mengajukan izin impor garam secara berkelompok ke Kementerian Perindustrian. Hal itu melanggar pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Padahal dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dijelaskan mengenai larangan para pelaku usaha untuk membuat serta menyetujui perjanjian yang dapat mempengaruhi harga.
Investigator Utama KPPU Noor Rofieq mengatakan tentang adanya kenaikan harga 80-115 persen di mana harga pokok produksi senilai Rp1.050-Rp1.250 per kilogram kemudian dijual dengan kisaran Rp 1.900-Rp 2.000 per kilogram.
Selain kenaikan harga, KPPU juga menduga adanya penimbunan stok garam yang dilakukan oleh tujuh perusahaan importir garam. Seoanjang 2013-2015 kegiatan impor selalu kurang dari jatah impor yang telah diberlakukan.