5 Kritikan Tajam Faisal Basri pada Pemerintah

Jakarta, IDN Times - Ekonom senior sekaligus pendiri Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Faisal Basri, meninggal dunia di Rumah Sakit Mayapada Kuningan, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Dia tutup usia lantaran dugaan serangan jantung.
Faisal yang meninggal pada usia 65 tahun dikenal sangat kritis mengkritisi berbagai kebijakan pemerintah. Seperti kebijakan terkait hilirisasi nikel, impor beras jelang Pilpres 2024, hingga mengkritisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berikut deretan kritik keras Faisan Basri pada pemerintah.
1. Hilirasi nikel di Indonesia dinilai lebih menguntungkan Cina
Faisal Basri menyebut keuntungan Cina dari kebijakan hilirisasi nikel di Indonesia mencapai 90 persen dari total keuntungan. Menurutnya, pemerintah Indonesia menjual bijih nikel jauh lebih rendah dari harga internasional.
Dalam blog pribadinya, ia menyebutkan, jika perusahaan smelter pengolah biji nikel 100 persen dimiliki Cina dan Indonesia menganut rezim devisa bebas, perusahaan Cina berhak membawa semua hasil ekspornya ke negaranya sendiri atau ke luar negeri.
Selain itu, Faisal mengatakan, pekerja Cina yang berada di Indonesia banyak menggunakan visa kunjungan, bukan visa pekerja. Alhasil, gaji perusahaan smelter Cina antara Rp17 juta hingga Rp54 juta. Sedangkan, rata-rata pendapatan pekerja Indonesia jauh lebih rendah, bahkan mencapai kisaran minimum.