Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pemeriksaan impor barang kiriman oleh Bea Cukai. (dok. Bea Cukai)

Intinya sih...

  • 90% impor barang kiriman berasal dari transaksi e-commerce
  • Aturan baru mengenai kepabeanan, cukai, dan pajak atas barang kiriman

Jakarta, IDN Times - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan sepanjang 2024, 90 persen impor barang kiriman luar negeri berasal dari transaksi penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik (PPMSE) atau e-commerce.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai, Budi Prasetiyo mengatakan, untuk mengelola barang kiriman yang masuk ke Indonesia, pemerintah menerbitkan aturan tentang ketentuan kepabeanan, cukai, dan pajak atas impor dan ekspor barang kiriman melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman.

Dalam aturan itu, ada ketentuan mengenai jenis barang kiriman yang diperbolehkan, pemeriksaan fisik, dan sebagainya.

1. Ketentuan bea masuk tak hanya sekadar tambah penerimaan negara

ilustrasi impor (dok.istimewa)

Budi mengatakan, Bea Cukai mengemban tugas dan fungsi sebagai community protector dan revenue collector, yakni harus memastikan pemasukan barang kiriman dari luar negeri, yang merupakan barang impor dan terutang bea masuk telah memenuhi peraturan perundang-undangan.

Bea Cukai memeriksa barang kiriman memenuhi ketentuan itu melalui pemeriksaan pabean yang selektif, dengan mempertimbangkan risiko yang melekat pada barang dan importir. Tujuannya untuk mencegah beredarnya barang berbahaya dari luar negeri dan melindungi industri dalam negeri.

“Pengenaan bea masuk terhadap barang kiriman tidak sekedar terkait penerimaan negara, lebih penting lagi merupakan instrumen fiskal untuk mengendalikan barang impor dalam rangka melindungi industri dalam negeri, termasuk UMKM," kata Budi, dikutip Senin, (6/1/2025).

2. Jenis barang kiriman yang diimpor diklasifikasi jadi dua

llustrasi pemeriksaan impor barang kiriman oleh Bea Cukai. (dok. Bea Cukai)

Berdasarkan PMK di atas, barang kiriman merupakan barang yang dikirim melalui penyelenggara pos sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pos. Aturan itu pun membedakan barang kiriman menjadi dua jenis, yaitu barang hasil perdagangan dan selain hasil perdagangan.

"Barang kiriman dapat diklasifikasikan sebagai hasil perdagangan jika barang tersebut adalah hasil transaksi perdagangan melalui PPMSE, penerima barang atau pengirim barang merupakan badan usaha, dan terdapat bukti transaksi berupa invoice atau dokumen sejenis lainnya,” ucap Budi.

Jika barang kiriman memenuhi salah satu kriteria tersebut, maka dapat diidentifikasi sebagai barang hasil perdagangan.

3. Ada sanksi apabila keterangan impor barang kiriman tak sesuai ketentuan

Pemusnahan barang impor ilegal senilai Rp5,3 miliar oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag). (dok. Kemendag)

Meski barang kiriman terbagi menjadi dua jenis, pengenaan bea masuk dan pajaknya tak dibedakan. Hal yang membedakan adalah konsekuensi sanksi denda jika terdapat kesalahan pemberitahuan nilai pabean (harga barang) atas barang hasil transaksi perdagangan.

Sebab, pemberitahuan data barang kiriman hasil perdagangan disampaikan secara mandiri (self-assessment), sehingga ada konsekuensi jika melakukan kesalahan, yaitu dikenakan sanksi berupa denda.

"Sanksi administrasi ini dapat diantisipasi dengan mengisi data yang sebenar-benarnya. Selain itu, importir juga harus proaktif mengecek posisi barang kiriman ketika sudah sampai di Indonesia,” ucap Budi.

Budi mengatakan, importir dapat mengonfirmasi kebenaran data nilai, uraian, dan jumlah barang kepada penyelenggara pos, sebelum penyelenggara pos mengirimkan pemberitahuan pabean berupa consignment note (CN) ke Bea Cukai.

Editorial Team