IDN Times/Auriga Agustina
Garuda Indonesia mencatat laba bersih sebesar US$809,85 ribu atau setara Rp11,33 miliar selama 2018. Angka ini melonjak tajam dibanding 2017 di mana Garuda Indonesia merugi US$216,5 juta.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar pada 24 April 2019, dua komisaris yakni, Chairal Tanjung dan Dony Oskaria menyatakan tidak setuju atas laporan keuangan tersebut. Mereka keberatan dengan pengakuan pendapatan atas transaksi Perjanjian Kerja Sama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan, antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia.
Manajemen Garuda Indonesia mengakui pendapatan dari Mahata sebesar US$239,94 juta yang di antaranya sebesar US$28 juta merupakan bagian dari bagi hasil yang didapat dari Sriwijaya Air. Padahal, uang itu masih dalam bentuk piutang, namun diakui perusahaan masuk dalam pendapatan.
PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu) turun tangan dalam kasus ini. Kemenkeu lalu menjatuhkan sanksi kepada Akuntan Publik (AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan, sebagai auditor laporan keuangan Garuda Indonesia 2018.
Ada dua sanksi yang diberikan: Pertama, pembekuan Izin selama 12 bulan melalui Keputusan Menteri Keuangan No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni 2019 terhadap AP Kasner Sirumapea.
Kedua peringatan tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan review oleh BDO International Limited. Peringatan disampaikan melalui Surat No.S-210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26 Juni 2019 kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.
OJK juga menjatuhkan sanksi terhadap Garuda Indonesia sebagai emiten, direksi, dan komisaris secara kolektif. Untuk Garuda sebagai emiten dikenakan denda Rp100 juta. Direksi yang tanda tangan laporan keuangan dikenakan masing-masing Rp100 juta. Ketiga, secara kolektif direksi dan Komisaris minus yang tidak tanda tangan, dikenakan kolektif Rp100 juta. Garuda Indonesia juga diminta untuk menyajikan lagi (restatement) laporan keuangan tahun buku 2018.
BEI juga memberikan sanksi berupa Peringatan Tertulis III dan denda sebesar Rp250 juta kepada Garuda Indonesia sesuai dengan Peraturan BEI Nomor I-H tentang Sanksi. BEI juga meminta Garuda Indonesia untuk memperbaiki dan menyajikan kembali Laporan Keuangan Interim PT Garuda Indonesia Tbk per 31 Maret 2019 dimaksud paling lambat sampai dengan 26 Juli 2019.