Ilustrasi Saham. (IDN Times/Aditya Pratama)
Berbicara tentang potensi market pada 6-10 Desember 2025, Dimas menyebutkan sejumlah sentimen yang wajib diperhatikan para trader.
Pertama, Sentimen FOMC Minutes. Pada Kamis minggu ini The Fed mengadakan pertemuan yang akan membahas kemungkinan hasil keputusan suku bunga pada 30 Januari mendatang. Umumnya ketika outlook terhadap kondisi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan keputusan suku bunga yang disampaikan pada FOMC Minutes akan berpengaruh terhadap pergerakan market saham baik di AS sendiri maupun global.
Kedua, Non-Farm Payrolls Desember yang diumumkan sehari setelah rilis data ketenagakerjaan AS guna memberikan gambaran kondisi ekonomi AS. Berdasarkan konsensusnya, jumlah lapangan pekerjaan di luar pertanian untuk bulan Desember akan mencatatkan penurunan yang cukup signifikan dibanding bulan sebelumnya. Non-Farm Payrolls Desember diperkirakan akan mencatatkan lapangan pekerjaan sekitar 150 ribu dibandingkan bulan November yang sebesar 227 ribu.
"Apabila data yang keluar pada Jumat nanti sesuai dengan konsensus maka level ini merupakan level kedua terendah dalam 3 bulan terakhir, dimana pada Oktober lalu sempat mencatatkan level terendah seiring dengan force majeure badai Helene dan Milton yang menghantam Florida,” kata Dimas.
Ketiga, Sentimen January Effect. Sentimen terakhir di minggu ini berasal dari momentum seasonal. Umumnya pada bulan Januari ada fenomena yang disebut "January Effect" di pasar modal. Hal itu ketika kecenderungan harga saham pada dua minggu pertama atau sepanjang Januari akan mengalami kenaikan. Namun, jika dilihat dari data yang ada hingga perdagangan terakhir di Minggu lalu menunjukkan probabilitas terjadinya fenomena musiman ini cenderung kecil.
Dimas menyebutkan alasannya, dari sisi foreign flow masih mencatatkan outflow yang memberikan "keraguan" terhadap pergerakan IHSG. Selanjutnya, dilihat dari data historical dalam 5 tahun terakhir (2020-2024) hanya terdapat 1 kali kenaikan yang terjadi di bulan Januari yaitu tahun 2022.
"Artinya, probabilitas IHSG berakhir di zona hijau pada bulan Januari hanya sebesar 20 persen jika kita tarik data kinerja bulanan Januari dalam 5 tahun terakhir. Namun, bukan tidak mungkin penguatan dapat terjadi di IHSG mulai dari minggu ini. Hal ini dapat terjadi karena siklus pergerakan sebuah saham/indeks, di mana IHSG sudah bergerak konsisten turun sejak 4 bulan terakhir yang secara historikal IHSG cenderung berubah tren dari yang sudah berlangsung selama kurang lebih 4 bulan,” tutur Dimas.
Dia mencontohkan yang paling dekat terjadi pada Maret-Juni 2024 lalu ketika IHSG konsisten bergerak turun sebelum akhirnya mencetak level tertinggi sepanjang masanya yang terjadi setelahnya yaitu bulan September 2024.