Ilustrasi suap. (IDN Times/Arief Rahmat)
Adapun temuan BPK ialah terkait pelaksanaan proyek kerja sama, di mana PT BSA tak melakukan proses studi kelayakan atas mitra kerja samanya.
BPK menelusuri adanya lima mitra yang bekerja sama dengan PT BSA, yakni PT ETB, PT PIL, PT ATL, CV AL, dan PT SP.
Lebih lanjut, PT ETB dan PT PIL adalah penyedia jasa. PT BSA telah mendapatkan cek kepada BSA sebesar Rp4,22 miliar, tetapi saat jatuh tempo, cek itu tak bisa dicairkan.
Adapun dengan PT ATL dan CV AL ditelusuri adanya kerja sama fiktif. BSA diketahui membayar Rp101,26 miliar pada CV AL, tetapi baru menerima pembayaran sebesar Rp73,64 miliar dari PT ATL. Dikarenakan kasus ini, PT BSA tak dapat membayar kredit modal kerja yang diperoleh dari BNI.
Selanjutnya, BSA mengajukan share holder loan (SHL) kepada PT SP. Sehingga, BSA harus menanggung utang pokok kepada PT SP sebesar Rp19,6 miliar, dengan bunga Rp2,9 miliar.
Tak berhenti sampai di situ, PT BSA juga terlibat kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerja dan biaya jasa notaris sebesar Rp2,75 miliar pada proyek SPBU di Setu, Bekasi. Sehingga, adanya potensi kerugian terhadap piutang usaha kepada PT PIL dan PT ETB sebesar Rp4,22 miliar, dan indikasi kerugian Rp42,57 miliar dari kerja sama dengan PT ATL dan CV AL.