Adakah Anggaran BUMN di Proyek Bukit Algoritma?

Jakarta, IDN Times - Wacana pembangunan pusat riset dan teknologi laiknya Silicon Valley dengan nama Bukit Algoritma ramai jadi pembicaraan di media sosial. Salah satunya karena nilai investasi yang sangat besar, yakni satu miliar euro atau setara dengan Rp18 triliun.
Hal itu terekspos lewat pernyataan Direktur Utama PT Amarta Karya (Persero), Nikolas Agung dalam pernyataan resminya beberapa hari yang lalu.
"AMKA dipercaya sebagai mitra infrastruktur Bukit Algoritma pada tahap pertama selama tiga tahun ke depan, dengan nilai total diperkirakan 1 miliar euro (setara Rp18 triliun). untuk meningkatkan kualitas ekonomi 4.0, peningkatan pendidikan dan penciptaan pusat riset dan development untuk menampung idea anak bangsa terbaik demi Indonesia bangkit serta meningkatkan sektor pariwisata di kawasan setempat," jelas Nikolas, seperti dikutip dari situs resmi AMKA, Selasa (13/4/2021).
Warganet kemudian menganggap nilai investasi itu terlalu besar untuk sebuah proyek yang belum pasti. Mereka pun beranggapan Bukit Algoritma akan menjadi Proyek Hambalang jilid II yang pembangunannya urung terealisasi padahal sudah menghabiskan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Lantas dari mana uang untuk investasi sebesar itu? Adakah campur tangan dari APBN atau anggaran BUMN untuk proyek Bukit Algoritma itu? Berikut ini IDN Times paparkan sejumlah fakta yang berhasil dihimpun IDN Times sampai saat ini.
1. Nilai investasi diklaim murni dari investor dalam dan luar negeri
Orang pertama yang membantah adanya keterlibatan APBN atau anggaran BUMN dalam proyek Bukit Algoritma adalah Budiman Sudjatmiko. Aktivis sekaligus politikus PDI Perjuangan itu merupakan pelopor Bukit Algoritma melalui perusahaannya, PT Kiniku Nusa Kreasi.
Kepada IDN Times, Budiman menyatakan, nilai investasi hingga Rp18 triliun tersebut sama sekali tidak datang dari pemerintah. Semuanya diupayakan melalui uang investor baik di dalam maupun luar negeri.
"Pure betul (dari investor), datangnya nanti bertahap 1 miliar euro itu, tidak langsung semua karena kan untuk tahap pertama selama tiga tahun," ucap dia.
Lantaran tidak melibatkan uang pemerintah sedikit pun, Budiman mengaku leluasa dalam mencari kontraktor utama yang merupakan perusahaan BUMN, Amarta Karya.
"Pendekatan langsung ke BUMN, tidak lewat kementerian karena ini kan bisnis biasa, bukan proyek APBN. Jadi kita punya keleluasaan untuk memilih mana yang menurut kami paling pas," imbuhnya.