Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
4 Alasan Kenapa Harga Barang Bermerek Lebih Mahal
instagram.com/princessyahrini

Intinya sih...

  • Metode keystone markup membuat harga produk bermerek melipatgandakan biaya produksi hingga 50-100 persen, berlaku secara universal.

  • Keystone markup diterapkan melalui penetapan harga ke retailer dan konsumen, dengan analisis pasar dan total biaya produksi.

  • Potongan harga saat obral tidak merugikan pengecer atau brand karena sudah melalui metode keystone markup.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Berapa harga sepasang sepatu yang wajar menurutmu? Sekitar Rp200 ribu, Rp500 ribu, atau Rp1 juta? Beragam produk yang sering kita pakai pasti memiliki variasi harga tersendiri. Menyebut harga murah atau mahal, seringkali kita harus menengok labelnya terlebih dahulu.

Bisa jadi Rp20 juta untuk satu tas Hermes masih tergolong murah. Lain halnya tas tanpa merek seharga Rp2 juta, bisa dikatakan mahal. Merek memang sangat mempengaruhi harga suatu produk. Semakin terkenal merek tersebut, kita cenderung memaklumi jika harganya mahal.

Tapi, jika dipikir-pikir kembali, sebenarnya apa sih yang membuat barang dengan merek terkenal, khususnya brand internasional bisa lebih mahal ya?

1. Tingginya harga produk bermerek terjadi melalui metode standarisasi harga yang dikenal dengan istilah keystone markup

1938news.com

Keystone markup sering diterapkan di berbagai perusahaan dengan brand ternama. Metode ini diterapkan dengan melipat-gandakan biaya produksi yang bisa mencapai 50 hingga 100 persen.

Tidak semata-mata untuk mencari keuntungan, metode ini dianggap paling mudah untuk mematok harga suatu produk. Sehingga bisa berlaku secara universal di berbagai tempat.

2. Biasanya, keystone markup diterapkan melalui dua tahapan

rawpixel.com

Tahap pertama yakni penetapan harga ke retailer. Kedua, penetapan harga ke konsumen. Misalnya dalam industri fashion, yang umumnya dibagi ke dalam dua segmen, yaitu brand dan retailer. Brand lebih fokus kepada desain dan produksi, sementara retailer mengelola persedian produk yang dijual ke konsumen.

Sebelum suatu produk sampai ke tangan konsumen, brand terlebih dahulu menjual produknya ke retailer. Dalam tahap ini, brand sudah melipat-gandakan harga produksinya. Biasanya dua kali lipat. Lalu, ketika retailer mendapatkan produknya, dia akan melipat-gandakan produknya dua lipat lagi sebelum dijual ke konsumen.

Proses ini diiringi dengan berbagai analisis. Di antaranya seperti analisis pasar untuk meninjau tingkat persaingan, menentukan produk dari brand lain yang menjadi kompetitor, dan analisis untuk menghitung total biaya produksi yang akan ditetapkan brand tersebut.

Contohnya produk sepatu dari brand X dengan biaya produksi sebesar Rp50 ribu. Kemudian, biaya produksi dilipatgandakan menjadi Rp100 ribu ketika akan dibeli retailer. Setelah itu, retailer melipat-gandakannya lagi menjadi Rp200 ribu. Akhirnya, konsumen membeli sepatu tersebut dengan harga Rp200 ribu.

3. Inilah rahasinya mengapa pada saat obral, banyak toko berani memangkas harga produknya hingga 50 persen, bahkan lebih!

keyword-suggestions.com

Jika kamu memperhatikan baik-baik saat melihat obralan di sebuah toko, kamu bisa bertanya-tanya, bagaimana bisa tas dari harga Rp500 ribu jadi cuma Rp300 ribu atau bahkan lebih murah lagi.

Potongan harga ini bisa dikatakan belum tentu merugikan pengecer atau brand yang menjual produk tersebut. Alasannya karena harga tersebut sudah melalui metode keystone markup itu tadi. 

4. Harga yang tinggi bisa juga disebabkan faktor mahalnya bahan mentah untuk proses produksi

notjustalabel.com

Selain mahal, harga barang bermerek kerap mengalami kenaikan seiring waktu. Namun, bagi beberapa perusahaan, hal ini belum tentu terjadi karena keinginan menambah keuntungan. Beberapa perusahaan mengaku harus menaikkan harga produknya, karena biaya produksi yang meningkat. Apalagi ada kenaikan standard gaji pegawai.

Beberapa pihak mengaku peningkatan harga juga dilakukan untuk memancing konsumen, dari kalangan jetset supaya tertarik membeli produk mereka. Tujuannya agar terciptanya citra eksklusif pada barang tersebut.

Nah, sekarang sudah tahu kan kenapa barang bermerek harganya jauh lebih mahal. Semoga setelah baca ini, kamu bisa belajar jadi pembeli cerdas. Tapi jangan cuma harga dan merek saja yang diperhatikan, tentunya kualitasnya juga dong.

5. FAQ

ilustrasi barang bermerek (Pexels.com/ Antony Trivet)

1. Apa maksud “keystone markup” yang membuat barang bermerek menjadi lebih mahal?

Keystone markup adalah metode penetapan harga di mana biaya produksi dilipatgandakan, bisa mencapai 50-100 persen, agar brand bisa menetapkan harga lebih tinggi. Setelah produksi, harga yang ditetapkan ke retailer sudah dinaikkan, kemudian retailer kembali menaikkan harga sebelum dijual ke konsumen.

2. Bagaimana tahapan penerapan keystone markup pada produk bermerek?

Tahapan pertama adalah saat brand menjual produknya ke retailer dan sudah memasang markup dari harga produksi. Tahap kedua adalah retailer menetapkan harga lagi ke konsumen akhir dengan markup tambahan. Dengan dua tahap ini, harga barang bermerek bisa jauh lebih tinggi daripada biaya produksinya.

3. Apakah kenaikan harga barang bermerek hanya karena markup?

Tidak hanya karena markup. Ada faktor lain seperti mahalnya bahan mentah, biaya produksi yang meningkat, dan standar gaji pekerja yang lebih tinggi. Semua ini ikut berkontribusi terhadap kenaikan harga barang bermerek dari waktu ke waktu.

4. Mengapa barang bermerek sering tetap dianggap mahal meskipun ada obral besar?

Walau ada obral, produk bermerek awalnya dihargai sangat tinggi karena markup. Saat obral, harga bisa dipotong besar (misalnya 50 persen atau lebih), tapi harga itu masih mencerminkan markup yang sebelumnya tinggi. Jadi meski diskon besar, harga "baru" masih bisa terasa mahal dibanding barang non-merek.

5. Kalau saya konsumen apa yang harus diperhatikan agar tidak “tertipu” harga barang bermerek?

Beberapa hal yang bisa diperhatikan:

  • Bandingkan harga barang bermerek dengan barang sejenis non-merek agar tahu perbedaan margin harganya.

  • Perhatikan bahan, desain, kualitas finishing—apakah sepadan dengan harga yang ditawarkan.

  • Lihat reputasi brand, apakah merek tersebut sering menggunakan branding mahal atau biaya promosi besar.

  • Periksa apakah harga produk tersebut mengalami kenaikan karena faktor produksi atau markup, bukan karena hype semata.

Editorial Team