ilustrasi barang bermerek (Pexels.com/ Antony Trivet)
1. Apa maksud “keystone markup” yang membuat barang bermerek menjadi lebih mahal?
Keystone markup adalah metode penetapan harga di mana biaya produksi dilipatgandakan, bisa mencapai 50-100 persen, agar brand bisa menetapkan harga lebih tinggi. Setelah produksi, harga yang ditetapkan ke retailer sudah dinaikkan, kemudian retailer kembali menaikkan harga sebelum dijual ke konsumen.
2. Bagaimana tahapan penerapan keystone markup pada produk bermerek?
Tahapan pertama adalah saat brand menjual produknya ke retailer dan sudah memasang markup dari harga produksi. Tahap kedua adalah retailer menetapkan harga lagi ke konsumen akhir dengan markup tambahan. Dengan dua tahap ini, harga barang bermerek bisa jauh lebih tinggi daripada biaya produksinya.
3. Apakah kenaikan harga barang bermerek hanya karena markup?
Tidak hanya karena markup. Ada faktor lain seperti mahalnya bahan mentah, biaya produksi yang meningkat, dan standar gaji pekerja yang lebih tinggi. Semua ini ikut berkontribusi terhadap kenaikan harga barang bermerek dari waktu ke waktu.
4. Mengapa barang bermerek sering tetap dianggap mahal meskipun ada obral besar?
Walau ada obral, produk bermerek awalnya dihargai sangat tinggi karena markup. Saat obral, harga bisa dipotong besar (misalnya 50 persen atau lebih), tapi harga itu masih mencerminkan markup yang sebelumnya tinggi. Jadi meski diskon besar, harga "baru" masih bisa terasa mahal dibanding barang non-merek.
5. Kalau saya konsumen apa yang harus diperhatikan agar tidak “tertipu” harga barang bermerek?
Beberapa hal yang bisa diperhatikan:
Bandingkan harga barang bermerek dengan barang sejenis non-merek agar tahu perbedaan margin harganya.
Perhatikan bahan, desain, kualitas finishing—apakah sepadan dengan harga yang ditawarkan.
Lihat reputasi brand, apakah merek tersebut sering menggunakan branding mahal atau biaya promosi besar.
Periksa apakah harga produk tersebut mengalami kenaikan karena faktor produksi atau markup, bukan karena hype semata.