Kisah Yuli Raup Ratusan Juta dari Jual Makanan Indonesia di Taiwan
Yuli sempat menjual kue putu di Taiwan lho!
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Taipei, IDN Times – Hijrah dari Majalengka, Jawa Barat, Yuli mengadu nasib di negeri asing. Setelah sempat mengadu nasib lebih dari 10 tahun di Malaysia, kini Yuli memiliki dua toko Indonesia di Taiwan hanya dalam waktu tiga tahun.
Toko Indo Foodies Sunda, begitulah dia memilih brand tokonya. Kedua toko itu berada di kota Taipei, satu di distrik Beitou (北投), lainnya di kawasan Guandu (關渡). Kendati tampak sederhana, Toko Indo besutan Yuli menjual banyak barang, mulai dari sembako, make up, makanan, hingga jasa pengiriman uang.
Setiap harinya, Yuli menyajikan beragam hidangan khas Indonesia, seperti nasi Padang, ayam atau bebek goreng beserta sambal dan lalapan, mie ayam, hingga soto. Cita rasanya tentu sangat Indonesia, bisa menjadi obat bagi siapa saja yang merindukan kuliner Tanah Air.
“Kalau nasi Padang, itu bumbunya kemiri, pala, rempah-rempahnya kita datangin dari Indonesia. Ada yang jual di sini,” tutur Yuli.
Dari dua tokonya, Yuli bisa meraup omset hingga 400 ribu NT atau sekitar Rp200 juta setiap bulannya. Bahkan, dia pernah mencatatkan keuntungan hingga 600 ribu NT dalam satu bulan, sekitar Rp300 juta.
“Alhamdulillah ya, pas hidup lagi susah gini sekarang ada uang untuk diputar,” katanya.
Kesuksesan Yuli tentu tidak diraih dalam waktu singkat. Dia pernah merintis usaha serupa di Negeri Jiran, tapi toko Indonesia di sana rupanya tidak meraup banyak cuan. Lebih menarik lagi, ternyata keinginan membuka toko adalah pilihan terakhir Yuli saat pandemik COVID-19 melanda Taiwan.
“Karena ARC (Alien Resident Certificate atau izin tinggal di Taiwan) punya saya gak bisa untuk kerja di pabrik, gak bisa kerja sama orang. Terus suami yang kerja di restoran kena dampak, gak ada kerjaan. Ya udah akhirnya kita bikin toko makanan. Saya masak masakan Indonesia, suami masak masakan Taiwan,” kata dia.
“Bulan pertama-kedua sih deg-degan. Ini pas pandemik gini bisa gak ya buka usaha. Mana sewa tokonya dulu mahal. Khawatir juga. Tapi ya Alhamdulillah gak ada tantangan berat kita. Satu tahun kurang sudah balik modal,” tambahnya.
Baca Juga: Bangkitkan Pariwisata, Taiwan Siapkan Diskon Tiket untuk Turis Asing
Baca Juga: Kisah Kebun Binar Bumi, Merintis Bisnis Tanaman Raih Omzet Rp100 Juta
1. Dimulai saat pandemik dengan harga sewa yang sangat mahal
Sebelum pindah ke Beitou, toko Indo Foodies Sunda pertama kali berdiri di Songshan (松山). Lokasinya tepat di depan Wufenpu Night Market (五分埔), atau pasar malam yang menyajikan banyak pakaian bekas murah.
Yuli merintisnya pada 2020, ketika dunia dibuat panik dengan virus corona. Kala itu, pemerintah Taiwan melarang restoran menerima lebih dari dua pelanggan untuk makan di tempat.
“Suami saya kerja di restoran, lockdown tuh restoran, ya akhirnya dia gak ada kerjaan,” kata wanita yang pertama kali menginjakkan kaki di Taiwan pada 2017.
Niat baik Yuli membantu perekonomian keluarga tidak berjalan mulus, karena izin tinggalnya tidak memperbolehkan dia untuk bekerja sebagai buruh. Alhasil, dia merelakan uang tabungan dan mencari sedikit pinjaman untuk membuka toko. Setidaknya Yuli membutuhkan 500 ribu NT, sekitar Rp240 juta saat itu dengan kurs Rp480 per NT, untuk memulai bisnisnya.
Songshan berada di bilangan yang strategis, titik transit antara MRT dengan bus. Banyak mahasiswa dan warga Indonesia ilir-mudik di sana. Adapun dua toko Indonesia lainnya berada di pasar, yang berarti Yuli tidak memiliki saingan berat.
Namun, nilai strategis itu justru menjadi tantangan bagi Yuli, karena harga sewa toko yang terbilang sangat mahal.
“Sewa di sana itu 50 ribu NT per bulan (sekitar Rp25 juta). Waktu itu saya bilang, dengan uang sewa sama kebutuhan keluarga, pokoknya per bulan harus nutup 100 ribu NT minimal (sekitar Rp50 juta),” kata Yuli.
Karena ruangannya sempit, akhirnya Yuli hanya menjual masakan Indonesia dan suaminya membuat masakan Taiwan dengan olahan daging babi. Yuli memastikan bahwa dua jenis makanan itu diolah dengan alat terpisah.
“Karena waktu itu masih pandemik ya, jadi jualannya online pesan lewat TikTok, Facebook, WhatsApp,” ungkap Yuli, yang setiap harinya memasak ayam, bebek, atau ikan goreng dengan sambal, bakso, dan mie ayam.
“Kalau makanan semuanya diantar suami, karena lama-kelamaan lebih banyak pesanan makanan Indonesia daripada Taiwan. Akhirnya yang makanan Taiwan ditutup aja,” sambungnya.
Baca Juga: Taiwan Lantern Festival 2023 Digelar di Taipei, Teknologinya Ciamik!