Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Pengusaha ekspor-impor di Indonesia menghadapi tingginya ancaman penipuan dan kecurangan. Pada Juni 2022, terdapat 689 pengaduan penipuan yang diterima Indonesia melalu contact center dan media sosial Bea Cukai.

Menurut studi yang dilakukan Kroll, perusahaan konsultan investigatif dan risiko, bersama Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), 80 persen responden pernah mengalami tindakan penipuan dan kecurangan. Hal ini terjadi di tengah rendahnya tingkat uji kelayakan terhadap mitra, pemasok, atau vendor.

"Penting bagi perusahaan untuk mengetahui sebelumnya tentang potensi masalah keuangan dan perdagangan dengan pelanggan dan pemasok mereka di luar negeri," kata Ketua Gabunngan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI), Khairul Mahalli, dalam penandatanganan nota kesepahaman dengan CRIF, pemimpin global dalam bidang biro kredit, informasi bisnis dan solusi risiko kredit, Rabu (9/11/2022).

1. Tingginya angka penipuan akibat tidak melakukan uji tuntas pada mitra perusahaan

ilustrasi ekspor-impor (IDN Times/Aditya Pratama)

Menurut survei Kroll dan ACFE yang dilakukan terhadap 241 perusahaan Indonesia, lebih dari 80 persen responden tidak melakukan uji tuntas terhadap mitra, pemasok, atau vendor. Bahkan, 32 persen dari mereka menderita kerugian tahunan lebih dari Rp 1 miliar. 

"Due diligence penting ketika bekerja dengan pihak lain karena reputasi perusahaan dipertaruhkan. Ini harus disikapi bersama dengan solusi konkret," tulis laporan survei itu.

2. Potensi ekspor-impor yang tinggi sebagai devisa negara, perlu dukungan data

Editorial Team

Tonton lebih seru di