Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi lockdown. IDN Times/Arief Rahmat

Jakarta, IDN Times - Nasi sudah menjadi bubur, begitu bunyi ungkapan yang tepat menggambarkan penanganan pandemik COVID-19 di Indonesia. Di tengah menggilanya pandemik di Tanah Air, kebijakan lockdown terus diserukan banyak pihak. Namun, semua itu dinilai terlambat.

Ekonom Senior Faisal Basri menyayangkan langkah pemerintah di masa awal pandemik yang enggan mengambil langkah lockdown. Padahal, ongkos dari kebijakan tersebut tidak akan semahal anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang nilainya mencapai hampir Rp700 triliun.

"Kalau kita bayangkan lockdown dilakukan di awal, dulu Jakarta kita kunci. 3 minggu lah ya, kira-kira anggarannya nggak sampai Rp100 triliun," kata Faisal dikutip dari channel YouTube CISDI TV, Senin (21/6/2021).

1. Kebijakan lockdown saat ini akan sangat membebani keuangan negara

Ilustrasi Keuangan (IDN Times/Arief Rahmat)

Terlepas dari banyaknya desakan untuk melakukan lockdown, Faisal pesimistis kebijakan tersebut akan dilakukan. Apalagi, ongkos yang dibutuhkan untuk membiayai dampak dari kebijakan tersebut sangatlah mahal.

"Sekarang kalau lockdown nasional hitung-hitungannya lebih rumit, tentu saja akan jauh lebih mahal karena Indonesia itu sangat luas dan saya rasa pemerintah tidak siap untuk mengalokasikan dana sedemikian besarnya ke seluruh Tanah Air ya," jelas dia.

2. Lockdown bisa diprioritaskan di pulau-pulau besar

Editorial Team

Tonton lebih seru di