Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pertamax Green 95. (dok. Pertamina)
Pertamax Green 95. (dok. Pertamina)

Intinya sih...

  • BBM E10 adalah bensin dengan 10% etanol dari tebu atau singkong, untuk mengurangi ketergantungan impor BBM dan ramah lingkungan.

  • Proyek E10 akan mengikuti jejak B40 dalam pengembangannya, dimulai dari Pertamax Green 95 dengan 5% etanol.

  • E10 wajib untuk produk BBM PT Pertamina (Persero) dan melibatkan pengusaha swasta dalam penyediaan etanol.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah akan menjalankan proyek BBM bioethanol 10 persen (E10) dalam 2-3 tahun ke depan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia mengatakan penerapan BBM E10 ini wajib alias mandatory.

"Kemarin juga kami rapat dengan Bapak Presiden, Bapak Presiden sudah menyetujui untuk direncanakan mandatory 10 persen etanol," kata Bahlil dalam acara detikSore di Sarinah, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

Bahlil mengatakan proyek E10 dijalankan untuk mendorong penggunaan BBM ramah lingkungan, dan mengurangi ketergantungan impor BBM.

Sebenarnya, apa itu BBM E10? Dan bagaimana progres proyeknya di Indonesia?

1. Pengertian BBM E10

Soft launching Pertamax Green 95 di SPBU Pertamina 31.128.02 MT Haryono, Jakarta Selatan. (IDN Times/Trio Hamdani)

BBM E10 adalah bensin yang dicampur dengan etanol dengan kadar 10 persen. Etanol yang digunakan diperoleh dari pengolahan tebu atau singkong.

Saat ini, pemerintah masih melakukan uji coba untuk meningkatkan kadar etanol menjadi 10 persen dalam BBM. Adapun pencampuran etanol baru dilakukan pada produk Pertamax Green 95, dengan kadar 5 persen.

Dengan mengurangi kadar bensin dalam produk Pertamina, dan dicampur dengan bioethanol, menurut Bahlil BBM tersebut akan lebih ramah lingkungan.

"Dengan demikian kita akan campur bensin kita dengan etanol, tujuannya apa? Agar kita tidak impor banyak, dan juga untuk membuat minyak yang bersih, yang ramah lingkungan. Nah ini untuk anak-anak gen Z ini kan mau yang bersih-bersih. Jadi kita kasih untuk yang bersih," tutur Bahlil.

2. Mengikuti jejak B40

Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Saat ini, bahan bakar jenis solar yang disediakan oleh PT Pertamina (Persero) adalah biosolar, yang dicampur dengan olahan minyak kelapa sawit bernama Fatty Acid Methyl Ester (FAME) dengan kadar 40 persen.

Bahlil mengatakan, proyek E10 akan mengikuti B40 dalam proses pengembangannya, yakni secara bertahap. Pertama, Indonesia mencoba penerapan biodiesel B10, kemudian menjadi B20, B30, dan B40.

Kini, pemerintah sedang berupaya mengembangkan menjadi B50 melalui berbagai uji coba.

"Dulu kan 2016, untuk solar kita bikin dulu B10. 2017, 2018, 2019 sampai naik. 2015 B20, B30, 2024 itu B40. Eh sorry, 2025 B40. 2024 masih B30 atau B35," ujar Bahlil.

3. E10 mandatory untuk Pertamina

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Adapun mandatory yang disebut Bahlil sebelumnya berlaku untuk pengembangan produk BBM PT Pertamina (Persero).

Wakil Menteri ESDM, Yuliot Tanjung mengatakan dalam menjalankan proyek E10, pemerintah akan melibatkan pengusaha swasta untuk memasok etanol yang dibutuhkan.

"Misalnya di dalam biodiesel B40, keterlibatan swasta adalah penyediaan FAME untuk memenuhi B40. Ya kemudian nanti juga dalam etanol, keterlibatan swasta dalam penyediaan etanolnya sendiri," tutur Yuliot.

Namun, apakah nantinya E10 akan diterapkan pada BBM dari SPBU swasta, menurut Yuliot tergantung keinginan badan usahanya.

"Kalau SPBU nanti diserahkan kepada SPBU, apakah mereka akan melaksanakan E10, atau lebih dari 10 persen, ya silakan saja. Nanti bagaimana pengaturan aditif segala macam, kita serahkan kepada badan usaha," ucap Yuliot.

Editorial Team