ilustrasi supermarket (unsplash.com/Hanson Lu)
Efek bullwhip terjadi saat pengecer menyesuaikan jumlah pesanan kepada grosir berdasarkan perubahan kecil pada permintaan riil atau prediksi permintaan. Karena tidak memiliki informasi menyeluruh, grosir cenderung meningkatkan pesanannya kepada produsen dengan jumlah yang lebih besar lagi.
Produsen yang berada di ujung rantai pasokan kemudian menaikkan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan sebenarnya. Kondisi ini memperkuat inefisiensi karena setiap pihak dalam rantai pasokan semakin jauh dari data permintaan yang akurat. Akibatnya, bisa terjadi penumpukan stok, penurunan pendapatan, jadwal produksi terganggu, hingga risiko pemutusan hubungan kerja atau kebangkrutan.
Efek ini umumnya bergerak dari ritel menuju manufaktur. Misalnya, ketika pengecer melihat lonjakan penjualan suatu produk, mereka menambah pesanan ke distributor. Distributor lalu menyampaikan lonjakan itu kepada produsen. Proses ini wajar dalam rantai pasokan, tetapi akan menjadi masalah jika didasari oleh perkiraan permintaan yang keliru.
Distorsi biasanya muncul dalam dua bentuk. Pertama, kesalahan perkiraan yang membesar ketika informasi mengalir ke atas rantai pasokan. Kedua, adanya interpretasi yang salah meskipun data permintaan sebenarnya sudah benar. Setiap pihak yang menambahkan penilaian baru tanpa koordinasi justru memperburuk perbedaan antara permintaan nyata dan produksi yang dilakukan.