Perlu diketahui bahwa reksadana tertuang dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasal 1 angka 27 tentang pasar modal. Di mana pasar modal ini merupakan pasar yang digunakan untuk menghimpun dana masyarakat pemodal yang selanjutnya dapat diinvestasikan dalam bentuk portofolio efek oleh manajer investasi.
Dalam Undang-undang pasal 18 ayat (1) tentang pasar modal juga dijelaskan bahwa reksadana dapat berbentuk perseroan atau kontrak investasi kolektif. Kontrak investasi kolektif merupakan sebuah kontrak antara bank dengan manajer investasi yang mengikat pemegang unit penyertaan. Dalam hal ini, manajer investasi diberi wewenang mengelola portofolio investasi, sedangkan bank diberi wewenang melaksanakan penitipan kolektif tersebut.
Reksadana umumnya berbentuk kontrak investasi kolektif yang menghimpun dana masyarakat pemodal kemudian dana tersebut diinvestasikan kepada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar modal.
Reksadana yang berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas dan reksadana konvensional memiliki perbedaan seperti berikut:
- Penyertaan terbatas hanya boleh ditawarkan kepada pemodal profesional saja dengan dibatasi kapasitas yakni minimal 50 orang.
- Seorang manajer investasi diwajibkan memiliki setidaknya 1 unit penyertaan reksadana yang dikelola tersebut.
- Unit pernyataan dalam reksadana wajib disimpan pada lembaga penyimpanan dan penyelesaian. Sedangkan reksadana konvensional, penyimpanan unit penyertaannya diselenggarakan oleh kustodian.
- Dalam reksadana kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas, ketentuan yang mengatur diversifikasi portofolio di pasar modal sedangkan reksadana berbentuk kontrak investasi kolektik tidak berlaku di pasar modal.
Untuk itu, reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif pernyertaan terbatas memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan reksadana konvensional.
Salah satu contoh reksadana berbentuk kontrak investasi kolektif adalah pembangunan jalan tol. Jika harus dilakukan perhitungan nilai aktiva bersihnya setiap hari, maka akan menyulitkan karena ada penerima dana proyek yang tidak terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Selain itu, perhitungan nilai aktiva bersih juga bergantung dari pelaksanaan dan laporan keuangan bagi pihak penerima dana investasi. Untuk itu, agar perhitungan nilai aktiva bersih dapat mudah dilakukan maka perhitungannya dapat ditentukan setiap 3 bulan.