Ilustrasi petani tembakau. (ANTARA FOTO/Aji Styawan)
Dia menjelaskan tanpa adanya keberpihakan, maka nasib petani tembakau Indonesia yang berjumlah enam juta jiwa tersebar di 15 provinsi, akan semakin terpuruk.
"Pihak yang peduli nasib warga industri tembakau dan kepadanya suara akan mereka berikan," jelasnya.
Menurutnya di era Presiden Joko "Jokowi" Widodo, petani tembakau selalu mendukungnya. Namun, APTI menilai selama dua periode tak merasa adanya keberpihakan.
"Rezim Presiden Jokowi justru mereka nilai ingin mematikan budi daya tembakau secara perlahan, baik itu melalui regulasi yang sudah ada, maupun saat ini telah direncanakan," jelasnya.
Bukti ketidakberpihakan yang paling kasat mata, lanjut Agus, adanya kenaikan cukai rokok tiap tahun. Tentu saja, imbasnya kepada melemahnya pembelian tembakau lokal.
Selain itu, yang menjadi catatan dari APTI yakni Jokowi menerbitkan Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2020-2024.
"Isinya, tak satu pun pasal bernada melindungi keanekaragaman budidaya tembakau di tingkat petani," jelasnya.