Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Petani menanam padi di wilayah Lombok Barat. (IDN Times/Muhammad Nasir)
Petani menanam padi di wilayah Lombok Barat. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Intinya sih...

  • Mayoritas petani Indonesia hanya menjalankan pertanian berskala kecil dan mengandalkan rentenir serta bandar demi kelangsungan usaha.
  • Asuransi pertanian menjadi jaring pengaman finansial bagi petani, tetapi banyak yang belum terliterasi tentang asuransi.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Swasembada Pangan menjadi salah satu target yang ingin dicapai oleh Presiden Prabowo Subianto. Namun, berdasarkan data pertanian di Indonesia, saat ini mayoritas petani hanya menjalankan pertanian berskala kecil dan hampir 68 persen di antaranya hanya menggarap luas lahan sebesar 0,5 hektare (ha).

Menurut Pengamat Pertanian Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian, banyak petani yang mengandalkan rentenir hingga bandar demi kelangsungan usahanya. Hal ini menurut Eliza tidak terelakkan karena banyak petani yang belum memiliki asuransi pertanian.

"Manfaat utama asuransi, setidaknya bagi petani bisa menjadi jaring pengaman finansial yang krusial bagi petani," kata Eliza dalam keterangan resmi yang diterima IDN Times, Rabu (22/1/2025).

1. Tantangan yang dihadapi petani

Ilustrasi asuransi. (Pixabay.com/Mohamed_hassan)

Eliza menambahkan, tantangan yang dihadapi petani tidaklah sedikit, seperti gagal panen karena cuaca esktrem atau serangan hama. Kedua hal tersebut, menurut Eliza, kerap tidak dapat dihindari sehingga jika petani bisa dapat kompensasi dengan asuransi maka mereka bisa mendapatkan modal produksi untuk masa tanam selanjutnya.

"Selain itu, asuransi juga bisa menjaga keberlangsungan usaha tani. Saat petani meminjam modal dari rentenir maka ada ijon harga panen yang sering kali dibayar di bawah harga pasar dan petani jadi rugi," kata Eliza.

Dengan begitu banyaknya manfaat asuransi bagi pertanian, sayangnya banyak petani belum terliterasi tentang asuransi. Hal itu diperparah oleh anggapan klaim asuransi biasanya sulit untuk membuktikan kegagalan panen.

"Ada trust issue antara pihak asuransi dan petani, jadikan harus ada bukti yang amat sangat kuat, yang menurut petani cukup ribet untuk membuktikan gagal panen. Ini yang membuat anggapan para petani bahwa klaim rumit. Belum lagi kesulitan petani dalam membayar premi," tutur Eliza.

2. Program asuransi pertanian dari pemerintah

Ilustrasi petani, sedang menanam padi. (IDN Times/Muhammad Nasir)

Guna mendukung para petani, pemerintah lewat BUMN di bidang asuransi, yaitu Jasindo menghadirkan produk asuransi pertanian, yakni AUTP (Asuransi Usaha Tani Padi) dan AUTSK (Asuransi Usaha Ternak Sapi/Kerbau).

Sekretaris Perusahaan Jasindo, Brellian Gema menyatakan, AUTP dan AUTSK merupakan suatu bentuk perlindungan kepada para petani dan peternak agar mendapatkan kenyamanan dan keamanan dalam menjalankan kegiatan mereka.

"Dengan begitu, para petani dapat memusatkan perhatian pada pengelolaan usaha tani dan peternakan yang lebih baik, lebih aman, dan lebih menguntungkan," kata Brellian.

Brellian menjelaskan, AUTP memberikan perlindungan kepada petani dari ancaman resiko gagal panen sebagai akibat resiko banjir, kekeringan, penyakit, dan serangan Organisme Pengganggu Tanaman.

Hingga akhir 2024, sebanyak 5,8 juta hektare lahan pertanian telah diberikan perlindungan melalui program AUTP ini. Selain itu, Jasindo telah memberikan manfaat bagi lebih dari 9 juta petani di seluruh Indonesia.

Untuk bisa mendapatkan manfaat AUTP, petani cukup membayar premi Rp180 ribu dan menggarap atau memiliki lahan maksimal 2 hektare serta dengan kriteria lahan irigasi atau lahan tadah hujan yang dekat dengan sumber air.

“Kami memahami risiko yang dihadapi oleh petani setiap musimnya, dan program AUTP adalah cara kami untuk mengurangi kecemasan tersebut,” kata Brellian.

Melalui perlindungan ini, Jasindo berharap dapat membantu petani untuk terus berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional. Brellian juga menjelaskan, komitmen Jasindo untuk mengurangi risiko dalam gagal panen yang diakibatkan dari bencana alam, hama, dan penyakit akan terus diperluas dengan melakukan kerja sama dan kolaborasi bersama Kementerian terkait, pemerintah daerah, dan komunitas pertanian.

“Melalui produk asuransi yang memberikan perlindungan terhadap usaha tani ini, kami sebagai ekosistem BUMN berupaya untuk terus mendukung misi dan program Astacita Pemerintahan Presiden Prabowo-Gibran agar tercipta kemandirian bangsa,” tutur Brellian.

3. Cara klaim AUTP oleh petani

Ilustrasi lahan pertanian (IDN Times/Ayu Afria)

Brellian menambahkan, Jasindo mendorong penggunaan aplikasi Sistem Informasi Asuransi Pertanian (SIAP) yang memudahkan petani dalam mengajukan klaim dan meningkatkan aksesibilitas layanan. Dengan begitu, proses klaim diharapkan dapat lebih cepat dan transparan.

Untuk membantu petani dalam mengakses manfaat perlindungan ini, berikut langkah-langkah proses klaim program AUTP:L

1. Lapor Kerusakan Tanaman

Petani diharapkan segera melaporkan kerusakan tanaman kepada Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL). Laporan awal dapat disampaikan secara langsung, melalui telepon, atau pesan singkat dengan tetap melengkapi dokumen persyaratan klaim melalui aplikasi SIAP.

2. Siapkan Dokumen Pendukung

Petani perlu menyediakan dokumen berupa foto kerusakan tanaman dengan titik koordinat dan tanggal foto, salinan KTP, dan surat keterangan dari Kepala Desa jika lokasi tidak memiliki akses internet.

3. Proses Verifikasi

PPL atau Petugas Pengendali Organisme Pengganggu Tumbuhan (POPT) akan memeriksa kerusakan di lapangan. Hasil pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang diunggah ke aplikasi SIAP.

4. Pencairan Ganti Rugi

Setelah dokumen dinyatakan lengkap dan klaim disetujui, Jasindo akan menerbitkan Discharge Form sebagai tanda penyelesaian klaim. Adapun pembayaran ganti rugi akan dilakukan melalui transfer ke rekening kelompok tani.

Adapun biaya ganti rugi diberikan jika umur padi sudah melewati 10 hari tanam (HST), umur padi melewati 30 hari (tabela/gogo rancah), intensitas kerusakan ≥ 75 persen, dan luas kerusakan ≥ 75 persen pada tiap petak alami.

Dengan nilai manfaat hingga Rp6 juta per hektare per musim tanam, Brellian memastikan program AUTP membuat petani tetap memiliki dana yang diperlukan untuk terus bertani bahkan jika terjadi gagal panen.

"Kami berharap untuk dapat terus mendukung peningkatan ketahanan pangan nasional dan memberikan perlindungan kepada petani di seluruh Indonesia melalui program ini," kata Brellian.

Editorial Team