Presiden Joko "Jokowi" Widodo. (Dok. Biro Pers Kepresidenan)
Sebelumnya, Lutfi menjelaskan bahwa Presiden Joko 'Jokowi' Widodo membenci praktik predatory pricing yang banyak ditemukan di platform e-commerce. Menurutnya, Indonesia tidak memberlakukan skema proteksi dagang yang ketat agar perdagangan internasional bisa berjalan.
"Ini (predatory pricing) yang sebenarnya dibenci pak Jokowi. Aksi-aksi ini yang tidak boleh," kata Lutfi dalam Rapat kerja Nasional HIPMI 2021, Jumat (5/3/2021).
Lutfi menceritakan awal kisah itu dibuat dalam artikel World Economic Forum tentang pertumbuhan industri fashion hijab di Indonesia.
Pada awalnya, ada pedagang hijab yang membangun konveksi hijabnya sendiri. Pengusaha itu sampai mempekerjakan hingga 3 ribu orang dengan gaji keseluruhan mencapai 650 dolar AS atau Rp10 miliar. Namun data itu terekam oleh Artificial Intelligence atau Kecerdasan Buatan salah satu e-commerce dari luar negeri.
"Ketahuan bentuknya warna, bentuknya, harga berapa, terekam, dibuat di negara luar, datang ke Indonesia dilakukan dengan spesial diskon yang saya katakan dalam istilah perdagangan predatory pricing. Masuk ke Indonesia harga Rp1.900, gimana kita bisa bersaing?" ungkapnya.