Instagram.com/pltutanjungjatib
Terkait batu bara, Indonesia menargetkan adanya peningkatan produksi sumber daya alam tersebut pada tahun ini. Hal tersebut merupakan implementasi dari Undang Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang baru atau Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020.
Indonesia menargetkan untuk memproduksi 625 juta ton batu bara tahun ini. Angka tersebut merupakan target produksi nasional tertinggi sepanjang sejarah.
Batu bara Indonesia sendiri banyak diekspor ke India dan China. Pada 2020, tercatat ekspor batu bara Indonesia ke kedua negara tersebut melebihi 160 juta ton.
Dalam konteks tersebut, posisi Multilateral Investment Guarantee Agency (MIGA) yang merupakan badan asuransi risiko swasta Bank Dunia sebagai penjamin utang PLN tidak konsisten dengan komitmen Bank Dunia untuk mengakhiri penggunaan batu bara.
"CSO khawatir jaminan MIGA atas utang PLN sebesar Rp500 triliun atau 35 miliar dolar AS akan berkontribusi pada kapasitas PLN untuk membangun lebih banyak pembangkit listrik tenaga batu bara. Pembangkit ini tidak perlu mengingat Indonesia sudah mengalami kelebihan pasokan listrik hampir 50 persen," tulis CSO.
Bukan hanya itu, CSO juga menemukan bahwa The International Finance Corporation (IFC) yang merupakan badan investasi swasta Bank Dunia terimplikasi mendukung Proyek Jawa 9 dan 10.
Proyek Jawa 9 dan 10 merupakan PLTU dengan kapasitas 2.000 MW di Banten dan merupakan satu dari kompleks PLTU terbesar di dunia.
"Proyek Jawa 9 dan 10 didukung IFC melalui perantara keuangannya, Hana Bank Indonesia yang memberikan pinjaman pada Juli 2020 silam," kata CSO.
Hal tersebut bak anomali lantaran Hana Bank diketahui mendukung Pendekatan Ekuitas Hijau oleh IFC. Pendekatan tersebut padahal dikembangkan dengan tujuan agar klien IFC yang ada di berbagai negara bisa beralih dari ketergantungan penggunaan batu bara hingga 50 persen pada 2025 dan menjadi 0 persen pada 2030 mendatang.