Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
20250718_162029.jpg
Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial (DKMP) Bank Indonesia (BI) Bambang Arianto dan Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Dudi Dermawan (IDN Times/Jujuk Erna)

Intinya sih...

  • Melalui Payment ID, Bank Indonesia bisa mengintip data transaksi warga negara.

  • Payment ID akan diluncurkan pada Hari Ulang Tahun (HUT) RI pada 17 Agustus 2025 mendatang.

Manggarai Barat, IDN Times - Bank Indonesia (BI) akan meluncurkan Payment ID, sebuah sistem pembayaran baru yang dapat merekam data transaksi warga negara. Rencananya, Payment ID akan diluncurkan saat Hari Ulang Tahun (HUT) RI pada 17 Agustus 2025 mendatang.

"(Pada) 17 Agustus nanti akan keluar yang namanya Payment ID," kata Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia (BI), Dudi Dermawan dalam Editors Briefing Bank Indonesia di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 18 Juli 2025.

Dia menjelaskan, Payment ID sangat powerful karena BI nantinya bisa mengintip data transaksi seseorang, seperti penerimaan, pengeluaran, investasi hingga keterlibatan dengan judi online (judol) atau pinjaman online (pinjol) warga negara. Selain itu, juga dapat mendeteksi kecurangan (fraud).

1. Payment ID membantu bank mengetahui kondisi keuangan debitur

Ilustrasi Bank. (IDN Times/Aditya Pratama)

Dudi mencontohkan, Payment ID jika diterapkan dalam pengajuan kredit, akan membantu bank mengetahui profil atau kondisi keuangan seseorang dari penerimaan dan pengeluarannya. Menurut dia, Payment ID ini lebih akurat dibanding dengan sistem penilaian konvensional SLIK.

SLIK adalah sistem informasi yang dibuat untuk mengawasi dan melayani informasi tentang keuangan masyarakat, khususnya bagi debitur.

"Dengan Payment ID sudah langsung ketahuan, penerimaan-pengeluaran. Kalau penerimaan lebih besar dari pengeluaran maka sehat tapi kalau penerimaan lebih kecil dari pengeluaran, kondisi keuangan tidak sehat, bank akan tahu terkait kondisi keuangan," tutur Dudi.

2. BI perlu izin nasabah untuk memberikan data

Kantor pusat Bank Indonesia. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Meski demkian, BI berhati-hati menerapkan sistem pembayaran ini. Dalam hal membantu bank untuk mengetahui profil keuangan calon debitur, BI akan tetap memerlukan persetujuan dari nasabah bersangkutan untuk memberikan data yang diminta bank.

Jadi, nantinya nasabah atau calon debitur tersebut akan mendapatkan notifikasi lewat telepon dari BI untuk meminta persetujuan berbagi data untuk diberikan kepada bank yang menjadi tujuan pengajuan pinjaman.

"Jika disetujui akan diberikan seluruh (data) transaksi keuangannya, termasuk di luar bank tersebut. Semua transaksi akan ketahuan, itulah powerful-nya Payment ID," ujar Dudi.

BI juga melakukan kontraktual dengan perbankan, di mana data yang diberikan BI tidak boleh disebar ke pihak lain. Jika ingin dibagikan dengan pihak lain, maka harus seizin bank sentral.

3. Ada proteksi kepada nasabah

Pembayaran digital. (pexels.com/MART PRODUCTION)

Karena kekuatan data yang dimiliki Payment ID, Dudi mengatakan, BI harus memberikan proteksi dari penyalahgunaan sistem tersebut.

"Kami tetap akan melindungi ibu bapak sebagai pemilik Payment ID dan menghindari penyalagunaan Payment ID dari pihak-pihak yang tidak kami kehendaki," ucapnya.

BI akan meningkatkan manajemen risiko bagi Penyedia Jasa Pembayaran (PJP), meningkatkan cyber security atau keamanan siber maupun kompetensi sumber daya manusia (SDM).

"Sehingga bapak ibu bertrasaksi merasa nyaman, aman, dan handal," ucapnya.

Pada tahap awal, sistem Payment ID dalam uji coba kepada seluruh pegawai BI. Selain itu, menyusul kepada penerima bantuan sosial (bansos).

Adapun berdasarkan dokumen Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (BSPI), Payment ID akan dikembangkan secara bertahap, dengan tahap pertama melalui pendekatan BI-led dengan target implementasi pada 2027. Kemudian, Payment ID akan dikembangkan melalui pendekatan integrated dengan target implementasi pada 2029.

Editorial Team