Kantor pusat Bank Indonesia. (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, posisi komisaris bank BUMN yang diisi oleh struktur aktif Bank Indonesia jelas bertentangan dengan regulasi BI. Penempatan penugasan diluar BI dalam aturan PDG 22/2020 tentang Penugasan Eksternal Bank Indonesia tidak memasukkan lembaga jasa keuangan BUMN.
"Kalau penugasannya ke OJK, LPS, ADB, BIS tidak masalah sudah ada aturannya. Tapi kalau jadi komisaris Bank BUMN, artinya derajat BI sebagai lembaga otoritas moneter melemah. Jelas ada risiko conflict of interest karena BI sebagai wasit kenapa sekarang jadi pemain? Selain itu BI juga makin turun independensi nya," kata Bhima kepada IDN Times, Rabu (27/3/2025).
Sebelum keputusan BI memberhentikan tiga pejabat yang terpilih jadi komisaris bank BUMN, Bhima sempat menduga ada indikasi BI menempatkan orang di bank pelt merah terkait dengan inbreng saham bank BUMN ke Danantara.
Masalah masuknya aset bank BUMN dikelola Danantara setidaknya memicu kekhawatiran risiko sistemik. Jika Danantara mengalami masalah gagal bayar maka dampaknya uang nasabah bank BUMN ikut terseret.
"Indikasi berikutnya soal dukungan BI untuk pembiayaan 3 juta rumah. Padahal untuk mendukung 3 juta rumah, bukan lewat burden sharing atau menjadi komisaris di Himbara. Yang perlu dilakukan BI adalah menurunkan bunga acuan 50 bps agar suku bunga KPR makin terjangkau debitur rumah. Ada salah kaprah yang membuat BI melego," tuturnya.