Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi pendapatan (IDN Times/Aditya Pratama)
ilustrasi pendapatan (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Direktur Eksekutif INDEF Tauhid Ahmad berpendapat bahwa penerapan pasal-pasal terkait tembakau dalam RPP Kesehatan dapat merugikan sektor Industri Hasil Tembakau (IHT).

RPP tersebut mencakup regulasi terkait tembakau, termasuk kontrol produksi, penjualan, dan sponsor produk tembakau.

Menurut analisis Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), hal tersebut dapat mengakibatkan penurunan penerimaan negara, yang sangat diperlukan untuk membiayai program-program kesehatan dan kebutuhan negara lainnya.

"Jika pasal-pasal (tembakau) ini diterapkan, maka penerimaan negara akan turun. Oleh karena itu, diperlukan pertimbangan yang lebih mendalam ketika merumuskan RPP Kesehatan ini," kata dia dalam keterangan yang diterima IDN Times, Selasa (26/12/2023).

1. Potensi penerimaan negara puluhan triliun terancam hilang

ilustrasi pendapatan negara (IDN Times/Nathan Manaloe)

Dalam paparan INDEF, dampak ekonomi yang dihasilkan oleh pasal-pasal terkait tembakau dalam RPP Kesehatan dihitung menggunakan metode pemodelan keseimbangan umum.

Hasilnya menunjukkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,53 persen dan penurunan penerimaan perpajakan hingga Rp52,08 triliun. INDEF juga membandingkan biaya kesehatan akibat tembakau Rp34,1 triliun, sementara kerugian ekonomi akibat regulasi tembakau mencapai Rp103,08 triliun.

Menurut Peneliti dari Center of Industry, Trade and Investment INDEF, Ahmad Heri Firdaus, biaya kesehatan yang ditanggung oleh individu tidak sebanding dengan biaya ekonomi yang akan ditanggung negara.

Terlebih, apabila regulasi terkait tembakau dalam RPP Kesehatan diterapkan, kemungkinan akan terjadi penurunan dalam tenaga kerja industri tembakau (10,08 persen) dan perkebunan tembakau (17,16 persen), yang berpotensi menyebabkan gelombang pengangguran besar dengan dampak ekonomi dan sosial.

2. Petani tembakau dan cengkeh mengeluhkan RPP Kesehatan

Petani tembakau di Tulungagung bubuhkan tanda tangan tolak pasal RPP Kesehatan. IDN Times/ Bramanta Pamungkas

Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Sahminuddin, mengkritik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 sebagai beban bagi petani tembakau.

Sahminuddin juga menyampaikan kekhawatiran bahwa Presiden Joko "Jokowi" Widodo dapat mengulang dampak negatif tersebut jika mengesahkan RPP Kesehatan.

"Jika RPP Kesehatan ini disahkan, maka Presiden Jokowi akan mengulang Desember Kelabu Kedua,” sebutnya

Perwakilan petani cengkeh, Ketut Budiman, menyoroti bahwa meskipun 95 persen produksi cengkeh digunakan oleh industri tembakau, suara petani ini sering diabaikan oleh pemerintah.

Dia memperingatkan bahwa penambahan pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan dapat merugikan industri cengkeh, yang menjadi pemasok utama untuk kebutuhan rokok kretek dalam negeri.

"Pasal-pasal tembakau RPP Kesehatan selayaknya jangan terlalu terburu-buru disahkan dan perlu dibahas lebih lanjut secara terpisah," tambah Ketut.

3. Pemerintah nyatakan beberapa substansi RPP Kesehatan masih dibahas

ilustrasi rancangan undang-undang (IDN Times/Aditya Pratama)

Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Perekonomian, Eko Harjanto, menyampaikan bahwa beberapa substansi masih dalam tahap pembahasan, termasuk kadar TAR dan nikotin, bahan tambahan, jumlah produk dalam kemasan, penjualan, peringatan kesehatan, iklan, dan sponsor.

Eko menekankan perlunya menghindari regulasi yang dapat menyebabkan "efek kejut" pada industri tembakau, karena hal tersebut berpotensi merugikan berbagai sektor, termasuk petani, pendapatan negara, industri periklanan, distributor, ritel, dan UMKM tembakau.

Industri tembakau dianggap sebagai sektor strategis yang memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan penyerapan tenaga kerja. Oleh karenanya perlu diatur dengan hati-hati untuk menghindari peningkatan rokok ilegal dan dampak negatifnya baik dari segi ekonomi maupun sosial.

Editorial Team