Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
5 Sisi Lain Black Friday, Rugi atau Untung?
ilustrasi black friday (pexels.com/Max Fischer)

Intinya sih...

  • Strategi diskon berlebihan membentuk ekspektasi konsumen: Potongan harga besar menciptakan ekspektasi baru yang sulit dikendalikan. Ekspektasi tinggi menggerus nilai produk dan memaksa perusahaan mengikuti pola diskon tahunan.

  • Perang traffic antar toko online dan dampaknya: Banyak pengunjung hanya memantau harga tanpa niat membeli, menambah beban server dan operasional. Tim analitik harus memilah data pengunjung yang bernilai untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan keputusan.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Black Friday sering dianggap sebagai momen belanja paling agresif dalam satu tahun, tapi bagi banyak pelaku bisnis dan konsumen, hari itu justru memunculkan pertanyaan baru tentang arah pasar. Fenomena ini bukan sekadar diskon besar, melainkan cara perusahaan membentuk ulang strategi penjualan menjelang akhir tahun.

Di sisi lain, banyak konsumen mulai menilai apakah promo besar itu benar-benar menguntungkan atau sekadar mendorong keputusan belanja yang tergesa-gesa. Situasi ini membuat Black Friday menarik untuk diamati dari sudut pandang bisnis yang lebih realistis.

Berikut sudut pandang yang bisa membantu memetakan untung ruginya.

1. Strategi diskon berlebihan membentuk ekspektasi konsumen

ilustrasi diskon black friday (pexels.com/Max Fischer)

Bagi banyak brand, potongan harga besar justru menciptakan ekspektasi baru yang sulit dikendalikan dalam jangka panjang. Konsumen jadi terbiasa menunda pembelian menjelang Black Friday karena merasa harga normal tidak lagi masuk akal.

Efek ini memaksa perusahaan mengikuti pola diskon tahunan yang makin dalam meski margin tidak selalu mendukung. Pada akhirnya, strategi besar bisa berubah menjadi kebiasaan yang sulit diputus.

Di balik itu, beberapa perusahaan mulai melihat ekspektasi konsumen yang terlalu tinggi justru menggerus nilai produk. Harga yang jatuh terlalu jauh membuat brand kesulitan mempertahankan persepsi kualitas. Konsekuensinya, diskon Black Friday kadang bukan lagi alat menarik pembeli baru, melainkan perang harga yang melelahkan. Banyak tim pemasaran kini memikirkan cara agar promo tahunan ini tetap relevan tanpa merusak nilai jangka panjang.

2. Perang traffic antar toko online dan dampaknya

ilustrasi toko online (pexels.com/cottonbro studio)

Saat Black Friday berlangsung, banyak bisnis berlomba mengejar traffic dengan cara apa pun karena angka kunjungan dianggap indikator keberhasilan. Namun, naiknya traffic tidak selalu berarti naiknya keuntungan, sebab banyak pengunjung hanya memantau harga tanpa niat membeli.

Hal tersebut memicu perusahaan menghabiskan anggaran besar untuk ads yang tidak sepenuhnya menghasilkan konversi. Di beberapa kasus, traffic tinggi malah menambah beban server dan operasional.

Peningkatan traffic menghasilkan data perilaku yang jauh lebih rumit dibanding hari biasa. Tim analitik harus memilah mana data pengunjung yang bernilai dan mana yang sekadar window shopping digital.

Jika salah membaca data, perusahaan bisa salah mengambil keputusan untuk kuartal berikutnya. Karena itu, Black Friday menjadi ajang yang menunjukkan apakah sistem analitik suatu brand benar-benar siap menghadapi lonjakan yang tidak stabil.

3. Stok lama tak selalu mudah dihabiskan meski diskonnya besar

ilustrasi black friday (pexels.com/Gustavo Fring)

Banyak orang mengira Black Friday menjadi cara paling cepat menghabiskan stok lama, tetapi realitanya tidak selalu begitu. Produk yang sudah kehilangan daya tarik tetap sulit dijual meski harganya jauh lebih rendah.

Konsumen kini lebih kritis dan cepat membandingkan kualitas sebelum memutuskan membeli. Akibatnya, diskon besar tidak selalu menjamin stok bergerak sesuai target.

Sementara itu, tim gudang sering menghadapi tantangan tambahan saat banyak item ternyata masih tertahan karena tidak sesuai preferensi pasar terbaru. Perusahaan akhirnya perlu menambah upaya promosi lanjutan untuk menutup kekurangan penjualan.

Kondisi ini menunjukkan diskon besar hanya efektif untuk produk yang masih relevan. Strategi pembersihan stok pun perlu diperhitungan lebih matang daripada sekadar mengandalkan momen Black Friday.

4. Lonjakan permintaan memperlihatkan kelemahan sistem logistik

ilustrasi black friday (pexels.com/cottonbro studio)

Pada Black Friday, banyak perusahaan diuji oleh kemampuan logistik mereka karena permintaan tiba-tiba melonjak dalam waktu singkat. Ketika kapasitas tidak memadai, pesanan terlambat diproses dan menimbulkan komplain yang sulit ditangani.

Situasi ini sering terjadi pada brand yang menganggap promo besar hanya soal harga tanpa memperhitungkan kesiapan operasional. Alhasil, pengalaman pelanggan justru memburuk.

Selain itu, tim operasional biasanya harus menambah jam kerja untuk mengejar keterlambatan yang tak terhindarkan. Jika kesibukan meningkat secara mendadak, perusahaan bisa salah memperkirakan kebutuhan tenaga dan biaya tambahan.

Masalah tersebut menandakan Black Friday bukan sekadar momentum penjualan, tetapi juga stress test yang memperlihatkan kesiapan rantai distribusi. Banyak perusahaan akhirnya meninjau ulang SOP pengiriman setelah mengalami kekacauan di periode ini.

5. Belanja impulsif sering menguntungkan tapi tidak berkelanjutan

ilustrasi black friday (pexels.com/Max Fischer)

Diskon besar memang menarik, namun belanja impulsif membuat banyak konsumen mengabaikan nilai jangka panjang dari barang yang dibeli. Keputusan cepat seperti ini biasanya meningkatkan penjualan dalam satu hari, tetapi tidak memberi dampak besar untuk repetisi pembelian.

Jika konsumen merasa menyesal setelah membeli, hubungan mereka dengan brand bisa melemah. Sisi inilah yang membuat Black Friday tidak selalu seideal yang dibayangkan.

Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan mulai menilai ulang apakah mengejar volume dalam sehari benar-benar sepadan dengan risiko kehilangan loyalitas pelanggan. Banyak tim marketing mulai membangun pendekatan lebih seimbang agar promo besar tidak membuat pelanggan merasa terjebak. Tujuannya menjaga kepercayaan tanpa mengorbankan penjualan tahunan. Dari sini terlihat bahwa belanja impulsif hanya menguntungkan bila dikelola dengan cermat.

Black Friday memang membuka peluang, tetapi setiap peluang datang dengan konsekuensi yang perlu dihitung. Banyak keputusan bisnis terlihat menguntungkan di permukaan, namun tidak selalu sejalan dengan strategi jangka panjang. Apakah kamu salah satu yang menantikan momen Black Friday?

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team