Impor beras yang dilaksanakan oleh Perum Bulog. (dok. Bulog)
Mengenai demurrage, Bayu mengungkapkan beberapa penyebabnya. Demurrage adalah biaya yang timbul karena kapal sandar di pelabuhan lebih lama dari yang disepakati.
Menurutnya, salah satu alasan hal itu terjadi karena Bulog mengimpor dalam bentuk karung dalam palka. Palka adalah ruang khusus dalam kapal untuk menyimpan barang selama perjalanan. Salah satu kelemahan dari sistem ini jika hujan tidak bisa melakukan operasi karena palka harus ditutup.
"Februari-Maret itu hujan terus. Itu membuat harinya (kapal bersandara di pelabuhan) menjadi bertambah," kata Bayu.
Alasan lainnya, Sistem Indonesia National Single Window (INSW) atau sistem ekspor-impor yang digunakan Indonesia mengalami shutdown beberapa hari, sehingga tidak bisa melakukan bongkar muat. Namun insiden ini tak hanya menimpa Bulog tapi juga lainnya.
"Selain itu, kita juga membuka impor dari negara-negara yang selama ini rupanya belum tuntas kerja sama karantina dengan Indonesia, enggak online," kata dia.
"Kalau Vietnam dan Thailand kita sudah online. Ini enggak, jadi ketika sampai di sini, ada persyaratan karatina yang ternyata kurang sehingga balik dulu, komunikasi ke sana 1 sampai 2 hari, baru dapat jawaban. Secara teknis begitu," sambung Bayu.
Demurrage terjadi tidak terlepas dari tingginya impor beras pada tahun ini, yang mencapai 3,6 juta ton.
"Demurrage terjadi iya, apalagi Indonesia tahun ini paling tinggi impor 3,6 juta. Itu gede banget. Memang volume di pelabuhan terjadi peningkatan untuk penanganan beras," ujarnya.
Perum Bulog mendapatkan penugasan untuk mengimpor beras dari pemerintah sebanyak 3,6 juta ton pada tahun ini. Pada Januari-Mei 2024, jumlah beras yang diimpor sudah mencapai 2,2 juta ton.