Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Pinterest

Jakarta, IDN Times – Perkembangan perekonomian global saat ini telah memberikan dinamika yang tinggi terhadap neraca transaksi berjalan (current account) dan mata uang di banyak negara, termasuk Indonesia.  

Dilansir dari situs Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pemerintah memandang perlu untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan untuk menjaga fundamental ekonomi Indonesia. Salah satunya pemerintah telah melakukan tinjauan terhadap barang-barang yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 132/PMK.010/2015, PMK 6/PMK.010/2017 dan PMK 34/PMK.010/2017. 

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan pengendalian impor barang konsumsi mampu memacu geliat industri di dalam negeri. 
“Kebijakan ini bisa memacu industri dalam negeri. Misalnya saja di industri otomotif, kita sudah bisa memproduksi di dalam negeri jadi tidak perlu lagi impor,” kaga Airlangga di Jakarta, Rabu (5/9) seperti dilansir Antara.

Hasil tinjauan menyimpulkan bahwa perlu dilakukan penyesuaian tarif PPh Pasal 22 terhadap 1.147 pos tarif dengan rincian sebagai berikut: 
 

1. Mobil mewah dan motor besar

Pixabay

Dari 1.147 pos tarif, 210 item komoditas dengan tarif PPh 22 naik dari 7,5 persen menjadi 10 persen. 

Salah satu yang dikendalikan yakni impor mobil Complete Built-up Utility (CBU) di atas 3.000cc dan motor besar. 

2. Barang elektronik dan keperluan sehari-hari

Pixabay

Kedua, sebanyak 218 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 10 persen. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti barang elektronik.  

Mulai dari dispenser air, pendingin ruangan, lampu, keperluan sehari hari seperti sabun, sampo, kosmetik, serta peralatan masak atau dapur. 
 

3. Bahan bangunan dan produk tekstil

Pixabay

Terakhir sebanyak 719 item komoditas, tarif PPh 22 naik dari 2,5 persen menjadi 7,5 persen. Termasuk dalam kategori ini seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. 

Contohnya bahan bangunan seperti keramik, ban, peralatan elektronik audio-visual (kabel, box speaker), produk tekstil (overcoat, polo shirt, swim wear). 

Proses tinjauan dilakukan secara bersama-sama oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kantor Staf Presiden. Tinjauan dilakukan dengan mempertimbangkan kategori barang konsumsi, ketersediaan produksi dalam negeri, serta memperhatikan perkembangan industri nasional. 

Kebijakan ini dilakukan untuk mengendalikan impor melalui kebijakan Pajak Penghasilan bukan merupakan kebijakan yang baru pertama kali dilakukan Pemerintah.  
 

Editorial Team