Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi rokok (IDN Times/Aditya Pratama)

Jakarta, IDN Times - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai kemasan polos rokok tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) akan memicu fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) secara meluas pada sektor industri hasil tembakau nasional. Hal ini dapat memperparah gelombang PHK di sektor lainnya yang sudah mulai terjadi.

Anggota DPR RI Komisi IX periode 2019 – 2024 Fraksi NasDem, Nurhadi mengatakan bahwa selama ini industri hasil tembakau telah menjadi sumber mata pencaharian berbagai pihak, mulai dari pedagang kecil, industri percetakan, petani, serta buruh dan pekerja yang merupakan bagian dari ekosistem industri hasil tembakau.

Menurutnya perumusan kebijakan tersebut harus dilakukan dengan berhati-hati. Pasalnya, produk tembakau memberi kontribusi pada omzet sebesar 50-80 persen bagi pedagang kecil. Selain itu, menurut Nurhadi pelemahan kondisi sosial dan ekonomi Indonesia saat ini juga harus menjadi pertimbangan.

1. Industri tembakau salah satu penyokong utama ekonomi

Petani tembakau di Desa Ngale, Kecamatan Pilangkenceng, Kabupaten Madiun pilih panen dini. IDN Times/ Riyanto.

Nurhadi mengatakan bahwa industri hasil tembakau merupakan salah satu penyokong utama perekonomian, khususnya terkait dengan serapan lebih dari enam juta tenaga kerja di dalamnya. Belum lagi kontribusi industri hasil tembakau pada penerimaan negara dari cukai yang mencapai ratusan triliun tiap tahunnya.

“Jangan sampai, kalau RPMK ini tidak dikoreksi atau dievaluasi, maka selain akan menyebabkan kegaduhan di dalam negeri, ini tentu juga akan berpotensi sekitar 6 juta pekerja tereduksi dan menambah rentetan jumlah PHK,” ujarnya, Rabu (23/10/2024). 

2. Kebijakan polos rokok bakal ancam stabilitas perekonomian nasional

Editorial Team

Tonton lebih seru di