Tren digitalisasi yang terus meningkat ikut mengerek naiknya pengguna QRIS. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), transaksi QRIS pada Juni 2024 melesat 213,31 persen secara tahunan (year on year/yoy).
Dengan rincian, jumlah pengguna mencapai 49,76 juta dan jumlah merchant tembus 32,25 juta. Sedangkan transaksi uang elektronik (UE) meningkat 35,24 persen (yoy) menjadi Rp92,79 triliun pada Juni 2024.
Begitu pula dengan nilai transaksi digital banking tumbuh sebesar 10,82 persen (yoy) menjadi Rp5.570,49 triliun.
Adapun nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM atau kartu debit mencapai Rp615,18 triliun atau turun sebesar 5,41 persen (yoy). Sementara transaksi kartu kredit meningkat 6,60 persen (yoy) mencapai Rp35,18 triliun pada Juni 2024.
Saat menjawab pertanyaan IDN Times, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Elyana K. Widyasari mengatakan, QRIS tidak akan menggantikan uang elektronik maupun kartu debet dan kartu kredit di masyarakat.
Apalagi kehadiran Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) merupakan inisiasi dari BI bersama Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) untuk menjawab kebutuhan masyarakat.
"Jadi, (QRIS) ini bukan untuk menyandingkan, bukan untuk membandingkan. Artinya bukan saling menggantikan, tidak," ujar Elyana Widyasari.
Saat ini, masyarakat membutuhkan layanan pembayaran yang efisien dengan biaya yang lebih murah.
"Kalau ingat sekitar 5 sampai 6 tahun lalu, kalau kita mau bayar itu sebelum ada QRIS kita datang ke merchant (pedagang) selalu ditanya pakai QR yang mana, kemudian akan tersedia banyak sekali, ini yang akan menimbulkan biaya yang sangat tinggi bagi masyarakat," kata dia.
Dia menambahkan, transaksi pembayaran melalui kartu kredit dan kartu debit masih diminati oleh masyarakat. Selain itu, Bank Indonesia juga masih mengawasi transaksi masyarakat melalui kartu kredit dan debit.
"Karena masih ada model-model pembayaran seperti itu dan untuk pembayaran seperti itu masih diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia," ungkapnya.