ilustrasi serangan siber (unsplash.com/https://unsplash.com/@cbpsc1)
Manggalany pun menjelaskan, terorisme siber memiliki definisi berbeda dengan kriminalisme siber (cyber crime).
Definisi terorisme siber masih terus berkembang dan dinamis mengikuti perubahan motivasi, modus, jenis target, dan dampak dari berbagai serangan siber
Selain itu, terorisme siber juga setidaknya harus memenuhi enam unsur. Pertama, aktor pelaku baik aktor yang bukan didukung oleh inisiatif negara (non state actor), aktor yang didukung oleh inisiatif negara dan bisa dianggap sebagai pernyataan perang (cyber war), dan aktor yang berafiliasi dengan kelompok separatis.
Unsur kedua adalah motivasi, baik ideologis, sosial, ekonomi, atau politik.
“Seringkali motivasi ini menjadi kombinasi kepentingan karena dalam berbagai kasus, sebuah serangan siber dengan alasan terorisme, dilakukan oleh kelompok profesional yang punya motif dan tujuan ekonomi kriminal siber biasa,” kata Manggalany.
Manggalany menambahkan, unsur ketiga adalah tujuan yang bisa sebagai alat kampanye memaksakan tuntutan perubahan, keyakinan/ideologis tertentu, dan gangguan sebagai alat untuk memenuhi motivasi tertentu.
Kemudian, unsur keempat adalah sarana berupa ancaman siber (cyber threat), serangan siber (cyber attack), propaganda siber (cyber propaganda), dan lain sebagainya.
Selanjutnya, unsur kelima adalah dampak yang diharapkan oleh si kelompok penyerang berupa cyber power dan cyber violence. Hal itu bisa disrupsi layanan digital publik, kebocoran data, kerugian ekonomi, ancaman psikologis ketakutan, ketidakpastian, dan keraguan, hingga kerusakan fisik.
“Terakhir adalah korban, baik kelompok masyarakat sipil, swasta, industri, organisasi, pemerintah, dan non-pemerintah, penyelenggara infrastruktur digital maupun fisik,” ujar Manggalany.