Draf RUU Ketahanan Keluarga telah terbit. Dalam draf itu, salah satu pasal mengatur soal ketentuan cuti melahirkan selama enam bulan. Dalam Pasal 29 ayat (1) disebutkan, seorang istri yang menjadi pegawai lembaga pemerintahan yang melahirkan dan menyusui, mendapat hak cuti selama 6 bulan.
Berikut bunyi ketentuan tersebut:
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib memfasilitasi istri yang bekerja di instansi masing-masing untuk mendapatkan:
a. Hak cuti melahirkan dan menyusui selama 6 (enam) bulan, tanpa kehilangan haknya atas upah atau gaji dan posisi pekerjaannya;
b. Kesempatan untuk menyusui, menyiapkan, dan menyimpan air susu ibu perah (ASIP) selama waktu kerja;
c. Fasilitas khusus untuk menyusui di tempat kerja dan di sarana umum; dan
d. Fasilitas rumah pengasuhan anak yang aman dan nyaman di gedung tempat bekerja.
Tidak hanya istri yang melahirkan dan menyusui, suami juga mendapat cuti. Hal ini juga diatur dalam Pasal 29 ayat (2), berikut bunyinya:
"(2) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) wajib memfasilitasi suami yang bekerja di instansi masing-masing untuk mendapatkan hak cuti saat istrinya melahirkan, istri atau anaknya sakit atau meninggal." bunyi beleid tersebut.