Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi Dollar dan Rupiah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Ilustrasi Dollar dan Rupiah (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, IDN Times - Nilai tukar rupiah di pasar spot melemah pada level Rp15.728 per dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Jumat (13/10/2023).

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah melemah 28 poin atau 0,18 persen dibanding penutupan hari sebelumnya di level Rp15.700 per dolar AS.

1. Rupiah berpotensi melemah seharian

Pengamat pasar keuangan, Ariston Tjendra, mengatakan pergerakan rupiah hari ini berpotensi melemah terhadap dolar AS dikarenakan data inflasi AS berada di atas ekspektasi pasar.

"Hari ini potensi pelemahan ke arah Rp15.730 per dolar AS dengan potensi support di sekitar Rp15.650 per dolar AS," jelasnya.

2. Inflasi AS di atas ekspektasi pasar

Ariston menjelaskan inflasi AS pada September berada di atas ekspektasi pasar atau menembus 0,4 persen (mtm) dan 3,7 persen (yoy) pada September 2023.

Inflasi melaju lebih kencang dibandingkan ekspektasi pasar yakni 0,3 persen (mtm) dan 3,6 persen  (yoy). Kenaikan inflasi AS disumbang oleh sektor perumahan yang naik 0,6 persen  (mtm) dari sebelumnya 0,2 persen di Agustus.

Lonjakan harga bahan bakar juga membuat inflasi tetap kencang. Inflasi pada bahan pangan tetap stagnan di angka 0,2 persen.

3. Faktor lain pendorong rupiah melemah

Selain itu data klaim tunjangan pengangguran mingguan AS yang dirilis semalam, menunjukkan kondisi ketenagakerjaan yang masih solid. Angka klaim masih di kisaran 209 ribu seperti pekan sebelumnya.

"Hasil ini mengukuhkan ekspektasi pasar bahwa suku bunga tinggi akan bertahan untuk jangka waktu yang lebih lama," jelasnya.

Dengan demikian, indeks dolar AS kembali menguat di atas 106 setelah sebelumnya bergerak di kisaran 105. Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS pun terlihat bergerak naik.

"Data lain yang mungkin mempengaruhi rupiah terhadap dolar AS mungkin data inflasi China yang  menunjukkan inflasi  lebih rendah dari sebelumnya yang bisa diartikan ada penurunan aktivitas ekonomi  di China," jelasnya.

Kondisi ini, kata Ariston, dapat memberikan tekanan untuk Rupiah dimana China adalah partner dagang besar untuk Indonesia.

Editorial Team