Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_5639.jpeg
Ketua Umum Asosiasi Industri Baja Konstruksi atau Indonesian Society of Steel Construction (ISSC), Budi Harta Winata. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Intinya sih...

  • Produk baja konstruksi nasional hadapi ketatnya aturanBudi Harta Winata menyatakan bahwa produk impor dari Vietnam dan China masuk tanpa hambatan, dijual dengan harga lebih murah, dan tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

  • Pengusaha yang bangun pabrik lebih pilih produk imporProduk baja konstruksi di Indonesia tanpa SNI tidak akan mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), namun perusahaan asing yang berinvestasi menggunakan baja impor seolah-olah melupakan syarat SNI.

  • Desak pemerintah lindungi industri dalam negeriISSC mendesak pemerintah untuk menghentikan impor produk baja konstruksi yang ada di Indonesia, serta memberikan perlakuan yang sama dengan syarat seperti S

Jakarta, IDN Times - Asosiasi Industri Baja Konstruksi atau Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) mendesak pemerintah untuk melindungi pelaku industri baja konstruksi nasional.

Ketua Umum ISSC, Budi Harta Winata mengatakan, industri baja konstruksi nasional dalam kondisi yang tidak baik-baik saja, karena banyaknya produk impor dari Vietnam dan China yang masuk, dan dijual murah.

"Itu akan merusak rantai pasok konstruksi baja dalam negeri. Itulah makanya hari ini kami, ISSC mengadakan forum ini karena sekarang ini kita semua lagi krisis pekerjaan karena tadi banyak konstruksi baja yang langsung masuk, jadi masuk ke dalam negeri," kata Budi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/7/2025).

1. Produk baja konstruksi nasional hadapi ketatnya aturan

Asosiasi Industri Baja Konstruksi atau Indonesian Society of Steel Construction (ISSC) mendesak pemerintah untuk melindungi pelaku industri baja nasional. (IDN Times/Vadhia Lidyana)

Budi mengatakan, pelaku industri baja konstruksi nasional harus menghadapi ketatnya syarat produksi, salah satunya Standar Nasional Indonesia (SNI).

Sementara itu, menurut ISSC produk impor dari Vietnam hingga China bisa masuk tanpa hambatan, dan dijual dengan harga lebih murah.

"Mereka lebih murah, desainnya lebih tipis, lebih kecil, dan tidak SNI. Mestinya kan gak boleh. Kita juga mempertanyakan kok bisa jadi begitu?" ucap Budi.

2. Pengusaha yang bangun pabrik lebih pilih produk impor

Ilustrasi impor (Dok Bea Cukai)

Dia mengatakan, ketika produk baja konstruksi di Indonesia dibuat tanpa SNI, perusahaan yang menggunakannya tak akan mendapatkan Persetujuan Bangunan Gedung atau PBG (pengganti dari Izin Mendirikan Bangunan atau IMB).

Sementara itu, Budi mengatakan, jika perusahaan-perusahaan membangun pabrik dengan baja impor, syarat SNI seolah-olah dilupakan. Terutama bagi perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia.

"Kalau dia membuat konstruksi budget tidak sesuai dengan SNI nanti PBG-nya itu gak keluar. Jadi si desainer konsultan ini gak berani pasti bikin kalau semua tidak sesuai dengan SNI," tutur Budi.

3. Desak pemerintah lindungi industri dalam negeri

Ilustrasi impor. (Dok. Kemenkeu)

Melalui forum tersebut, ISSC sepakat mendesak pemerintah melindungi industri baja konstruksi dalam negeri. Adapun perlindungan yang diinginkan, antara lain menghentikan impor produk baja konstruksi yang ada di Indonesia.

"Mestinya apapun yang bisa diproduksi dalam negeri mestinya kan gak boleh masuk juga, karena akan mengganggu rantai pasok dalam negeri," ujar Budi.

Bagi produk yang memang harus diimpor, dia meminta pemerintah memberikan perlakuan yang sama, termasuk dengan syarat seperti SNI.

"Regulasi mempengaruhi itu juga. Dan proteksi dari pemerintah itu yang paling penting," ujar Budi.

Editorial Team