Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Produksi nikel PT Aneka Tambang Tbk (Antam). (dok. Antam)

Jakarta, IDN Times - Keseriusan pemerintah untuk melakukan hilirisasi barang tambang menemui jalan terjal. Sejumlah kelompok negara dengan melakukan intervensi terhadap kebijakan pemerintah tersebut. 

Teranyar, Dana Moneter Internasional (IMF) meminta pemerintah Indonesia untuk menghapus kebijakan hilirisasi ekspor bijih nikel dan tidak memperluas larangan ekspor terhadap komoditas lainnya. Kondisi ini, dinilai IMF memberikan efek rambatan negatif bagi negara lain.

Untuk diketahui, hilirisasi mineral dan batubara (minerba) telah menjadi amant Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Program hilirisasi pertama dilakukan dengan melarang ekspor biji nikel yang mulai berjalan sejak 1 Januari 2020. Kemudian tahun ini, dilanjutkan pada komoditas bauksit dan tembaga.

Melalui hilirisasi, maka komoditas yang diekspor tidak lagi dalam bentuk bahan baku, tetapi sudah dalam bentuk produk turunan atau barang jadi. Dengan begitu, nilai tambah yang dihasilkan dari produk tersebut akan berlipat ganda dari sisi nilai ekonomi hingga penyerapan tenaga kerja.

1. Tak gentar Indonesia ajukan banding ke WTO

Tak hanya dengan IMF, upaya protes keras terkait larangan ekspor bijih nikel mentah juga datang dari Uni Eropa, dengan menggugat Indonesia melalui World Trade Organization (WTO) pada awal 2021 lalu.

Seiring berjalannya waktu, Indonesia dinyatakan kalah dalam gugatan pertama Uni Eropa terkait larangan ekspor nikel di WTO.

Perkara tersebut dicatat dalam sengketa DS 592. Meski demikian, pemerintah Indonesia telah mengajukan banding pada Desember lalu.

Presiden Joko "Jokowi" Widodo (Jokowi), memastikan Pemerintah Indonesia akan mengajukan banding atas kekalahan dalam sengketa dengan Uni Eropa (EU) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait kebijakan pelarangan ekspor bahan mentah nikel.

"Gak papa kita kalah. Saya sampaikan ke Menteri (ESDM) ajukan banding," kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Investasi di Jakarta, Rabu (30/11/2022).

Presiden Joko "Jokowi" Widodo, menegaskan Indonesia tak akan menghentikan kebijakan hilirisasi terhadap nikel dan kekayaan alam lainnya. Bahkan, setelah larangan ekspor bahan mentah nikel yang diterapkan sejak 2020, Pemerintah selanjutnya akan hilirisasi bahan mentah bauksit.

Keputusan pelarangan ekspor tertuang lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 11 Tahun 2019 Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 25 Tahun 2018 Tentang Pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara.

2. Pemerintah lanjutkan hilirisasi

Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat konferensi pers mengenai Hilirisasi Nikel 2023. (IDN Times/Triyan)

Di tempat terpisah, Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia secara tegas menentang rekomendasi International Monetary Fund (IMF), karena rekomendasi tersebut salah arah dan tidak sesuai dengan kondisi rill di lapangan.

Oleh karena itu, pemerintah akan tetap memprioritaskan kebijakan hilirisasi dan melarang ekpor bahan mentah untuk komoditas tambang.

"Langit mau runtuh pun, hilirisasi tetap akan menjadi prioritas negara dalam pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, dan larangan ekspor tetap kita lakukan," tegas Bahlil dalam Konferensi Pers di Jakarta, Jumat (30/6/2023).

Untuk diketahui, hilirisasi industri merupakan bagian dari strategi Indonesia untuk menjadi negara maju. Karena sebuah negara dapat dikatakan sebagai negara maju jika negara-negara lain telah memiliki ketergantungan terhadap suatu produk yang dihasilkan oleh negara maju tersebut.

Dengan demikian, Indonesia memiliki peluang dan kesempatan untuk menjadi negara maju. Salah satunya melalui ekosistem industri kendaraan listrik dimana semua komponen yang dibutuhkan oleh kendaraan listrik ada di Indonesia.

Bahlil menyebut, negara negara di kawasan Eropa pada abad ke-16 telah memulai industrialisasi sektor tekstil. Amerika Serikat tahun 1930 telah mengenakan tarif impor sebesar 40 persen yang bertujuan untuk membangun industri dalam negeri.

Selain itu, ada China yang pada tahun 1980-an, menetapkan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) pada produknya harus mencapai 80 persen. Serta Firlandia, yang pada 1986 menerapkan kebijakan bahwa investor asing tidak boleh memiliki saham lebih dari 20 persen.

"Negara-negara itu pun pada akhirnya menjadi negara-negara hebat. Ini sejarah, apakah kita Indonesia tidak boleh mengikuti jejak mereka?," ungkapnya.

 

3. Jangan ikut campur kebijakan pemerintah Indonesia

ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)

Bahlil mengatakan, Pemerintah Indonesia mengapresiasi IMF dalam memberikan pandangan dan rekomendasi perihal pertumbuhan makro ekonomi di dalam negeri.

Kemudian IMF mendukung tujuan hilirisasi sekaligus meminta pemerintah Indonesia untuk menghapus kebijakan pelarangan ekspor nikel bertahap dan tidak memperluas pembatasan terhadap komoditas lainnya.

"Ini standar ganda menurut saya, menurut saya apa yang dilakukan pemerintah sudah dalam jalan yang benar dan kita menghargai mereka. Saran saya, dia (IMF) mendiganosa saja negara-negara yang lagi mengalami kesusahan. Tidak usaha campur-campur urus Indonesia," tegas Bahlil.

4. Buntut permintaan IMF, Menko Luhut sambangi bos IMF

Menteri koordinator bidang kemaritiman dan investasi, Luhut Pandjaitan (www.instagram.com/@luhut.pandjaitan)

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan berencana menyambangi kantor Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF). Pertemuan ini untuk menjelaskan visi Indonesia lebih detail terkait hilirisasi.

“Menko Luhut nanti akan ke Amerika dan berencana bertemu dengan Managing Director IMF (Kristalina Georieva) untuk menjelaskan visi kami ini dengan lebih detail. Ini adalah kesempatan bagi kita untuk menjalin dialog yang konstruktif dan berbagi tujuan kita dalam menciptakan Indonesia yang lebih berkelanjutan, adil, dan sejahtera,” kata juru bicara Menko Marves, Jodi Mahardi, dalam keterangannya yang dikutip Sabtu (1/7/2023).

Disisi lain, Kemenko Marves menegaskan Indonesia sebagai bangsa berdaulat dan berkembang ingin memperkuat hilirisasi untuk meningkatkan nilai tambah produk, sehingga dampaknya terhadap perekonomian menjadi lebih besar. 

Terlebih program hilirisasi yang dijalankan Indonesia selaras dengan amanat UUD 1945 pasal 33 ayat (3) yang menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa untuk keberlanjutan dan kemakmuran rakyat.

“Kami tidak memiliki niat untuk mendominasi semua proses hilirisasi secara sepihak. Tahapan awal akan kami lakukan di Indonesia, namun tahapan selanjutnya masih dapat dilakukan di negara lain, saling mendukung industri mereka, dalam semangat kerja sama global yang saling menguntungkan,” tuturnya.

5. Indonesia penghasil nikel terbesar di Dunia

Aktivitas tambang nikel PT Vale di Kabupaten Luwu Timur. (Dok. IDN Times/Didit Hariyadi)

Dilansir dari Investing News Network, Sabtu (1/7/2023), Indonesia menempati posisi pertama, sebagai negara penghasil nikel terbesar di dunia.

Produksi nikel dalam negeri, terus berkembang pesat di 2017 sebesar 345 ribu metrik ton (MT) menjadi 1,6 juta MT pada 2022.

Bahkan cadangan nikel di Tanah Air mencapai 21 juta MT. Di samping itu, pemerintah Indonesia tengah aktif membangun industri baterai EV.

Setidaknya dalam kurun waktu tiga tahun terkahir, Indonesia telah menandatangani lebih dari 12 kesepakatan kerja sama senilai lebih dari 15 miliar dolar AS, untuk membangun industri baterai listrik dan produksi EV dengan pabrikan global.

Indonesia merupakan penghasil jenis nikel terbaik di dunia yang dibutuhkan untuk pengembangan baterai mobil listrik. Dengan demikian, tren renewable energy akan meningkatkan permintaan nikel di pasar global.

6. Jangan mau didikte IMF

Gedung DPR RI (IDN Times/Kevin Handoko)

Sementata itu, Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah jangan mau didikte IMF.

"Pemerintah jangan mau diintervensi IMF karena Indonesia sebagai negara berdaulat berhak menentukan aturan terkait pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki," ujar Mulyanto.

Pasalnya saat ini Indonesia tidak punya kewajiban (utang) terhadap IMF. Sehingga permintaan tersebut sangat tidak relevan disampaikan sebuah lembaga kepada Pemerintahan yang berdaulat.

Mulyanto juga minta Pemerintah merespon permintaan itu dengan tegas, untuk menunjukan wibawa di hadapan lembaga-lembaga Internasional. Bila tidak, maka Indonesia akan dianggap lemah dan mudah dipermainkan bangsa atau negara lain.

"Sebaiknya IMF tidak mendikte Indonesia soal kebijakan domestik terkait hilirisasi mineral, termasuk kebijakan mana yang baik dan bermanfaat bagi Indonesia.Inikan soal national interest kita dan pilihan-pilihan kebijakan dari negara yang berdaulat," paparnya.

Apabila sudah menyangkut masalah kedaulatan negara, Ia minta pihak asing jangan coba-coba intervensi. Dijelaskannya, model hilirisasi yang berlaku di Indonesia saat ini tidak menghasilkan penerimaan negara yang memadai. Akibat terlalu sarat insentif yang diberikan baik berupa bebas pajak pertambahan nilai, pph badan maupun bea ekspor.

Termasuk penetapan harga bijih nikel domestik yang hampir setengah dari harga internasionalnya serta pelarangan ekspor bijih nikel. Oleh karena ia menilai sebagai negara yang rasional negara kita wajib secara terus-menerus melakukan penyempurnaan terkait kebijakan hilirisasi yang dikembangkan.

"Tidak perlu didikte oleh negara lain termasuk IMF. Inikan mekanisme internal Indonesia dalam menjalankan roda pembangunannya," ucapnya. 

Editorial Team