ilustrasi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. (IDN Times/Vadhia Lidyana)
Bursa tersebut nantinya akan mencatat transaksi jual-beli CPO di dalam negeri, dan menampilkan pergerakan harga CPO secara real-time. Nantinya, harga yang tertera akan menjadi referensi harga CPO di Indonesia, baik untuk perdagangan di dalam negeri maupun untuk ekspor.
"Tujuan utama kenapa CPO kita masukkan ke bursa supaya Indonesia memiliki price reference CPO tersendiri. Kita punya harga acuan CPO versi Indonesia. Sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia, agak miris ketika kita tidak punya harga acuan tersendiri," ucap Didid.
Harga referensi itu akan digunakan di hulu dan hilir. Misalnya di hulu, akan menjadi acuan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani.
"Petani sawit juga nanti akan diuntungkan dengan harga yang wajar. Saya gak mengatakan harganya pasti naik, tapi harga yang fair atau wajar sesuai permintaan pasar," tutur Didid.
Kemudian, di sisi hilir, akan menjadi acuan harga patokan ekspor (HPE), pengenaan pajak, dan juga bea keluar.
"HPE saat ini mengacu ke Rotterdam, Malaysia, dan ICDX. Tapi ICDX volumenya sangat kecil. Jadi kita mengacu pada Rotterdam dan Malaysia. Tujuan utama CPO masuk bursa supaya kita punya harga acuan sendiri," kata Didid.