Ilustrasi Perkebunan Kelapa Sawit (IDN Times/Sunariyah)
Angka deforestasi bukan satu-satunya masalah yang menimpa kawasan hutan di Indonesia. Masalah lain yang tak kalah penting adalah perubahan kawasan hutan menjadi kebun sawit.
Hingga akhir 2019, analisis Greenpeace dan The Tree Map menunjukkan ada 3,12 juta hektare perkebunan sawit ilegal di dalam kawasan hutan. Sekitar 90.200 hektare di antaranya berada di kawasan hutan konservasi.
Letak perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan paling luas ada di Sumatra (61,5 persen) dan Kalimantan (35,7 persen). Dari kedua pulau tersebut, terdapat dua provinsi dengan ekspansi besar, yaitu Riau (1.231.614 hektare) dan Kalimantan Tengah (821.862 hektare).
Greenpeace Indonesia mencatat ada 600 perusahaan perkebunan di dalam kawasan hutan. Temuan ini disebut membuktikan perkebunan kelapa sawit beroperasi di hampir semua kategori kawasan hutan, mulai dari taman nasional, suaka margasatwa hingga situs UNESCO.
“Kawasan konservasi ditetapkan karena mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, artinya haram hukumnya untuk ditanami sawit," kata Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa (26/10/2021).
Greenpeace juga menemukan sepanjang 2001-2019, hutan primer seluas 870.995 hektare dalam kawasan hutan telah berubah menjadi kebun sawit dan melepas sekitar 104 juta metrik ton karbon. Jumlah tersebut setara 33 kali emisi karbon tahunan yang dihasilkan untuk konsumsi listrik semua rumah di Jakarta, atau 60 persen dari emisi tahunan penerbangan internasional.
Greenpeace pun mendorong pemerintah Indonesia untuk menegakkan transparansi dan keadilan untuk melindungi hutan dan hak-hak masyarakat adat.
“Perusahaan yang secara ilegal mengoperasikan perkebunan kelapa sawit di dalam kawasan hutan harus mendapat sanksi yang tegas, tidak hanya administratif tetapi juga sanksi pidana, alih-alih menikmati pemutihan,” tegas Arie.
Dengan data dan fakta tersebut, apakah benar Indonesia masih jadi negara yang merawat hutan-hutannya seperti klaim Erick Thohir?