PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) (Facebook.com/sritex.indonesia)
Sritex diketahui terlilit utang dengan nilai mencapai Rp20 triliun pada 2021. Sritex resmi berstatus dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sejak putusan Pengadilan Niaga Pengadilan Negeri Semarang dikeluarkan pada 6 Mei 2021.
Pengadilan mengabulkan gugatan PKPU yang diajukan CV Prima Karya pada 19 April 2021 atas tuduhan keterlambatan pembayaran tagihan utang senilai Rp5,5 miliar. Selanjutnya, kreditur Sritex menambah nilai terutang hingga Rp20 triliun yang terdiri dari kreditur terjamin senilai Rp700 miliar dan Rp19 triliun dari kreditur yang tidak terjamin.
Hingga kuartal 1/2022, total utang berbunga perseroan tidak mengalami perubahan sejak akhir 2021, yakni 1,41 miliar dolar AS atau setara Rp21,19 triliun. Corporate Secretary Sritex Welly Salam mengatakan Sritex menyampaikan telah mengubah struktur utangnya menjadi utang jangka panjang. Hal itu setelah pihak kreditur menyetujui homologasi dan restrukturisasi.
"Restrukturisasi yang dilakukan SRIL akan mengubah tenor utang SRIL yang jatuh tempo dalam satu tahun, menjadi lima tahun, sembilan tahun, dan 12 tahun," ujar Welly dalam paparan publik Sritex, 21 Juli 2022.
Utang perseroan yang akan jatuh tempo dalam lima 5 tahun mendatang adalah 417 juta dolar AS atau Rp6,36 triliun. Utang yang jatuh tempo pada tahun ke-9 adalah 512 juta (Rp7,82 triliun) dolar AS, dan tahun ke-12 adalah 490 juta dolar AS (Rp7,48 triliun).
Utang Sritex terdiri dari utang bank jangka pendek sebesar 609 juta dolar AS atau setara Rp9,3 triliun, liabilitas sewa sebesar 39 juta dolar AS (Rp595,7 miliar), utang bank jangka panjang sebesar 383 juta dolar AS (Rp5,85 triliun), surat utang jangka menengah 25 juta dolar AS (Rp381,8 miliar), dan obligasi neto sebesar 364 juta dolar AS (Rp5,56 triliun).