ilustrasi rokok (IDN Times/Arief Rahmat)
GAPPRI yang mewakili para pengusaha pabrik industri hasil tembakau (IHT) memberikan beberapa catatan kritis yang harus dipertimbangkan oleh pemerintah.
GAPPRI mengusulkan pemerintah melakukan strategi extraordinary dalam pemberantasan peredaran rokok ilegal, sehingga mampu ditelusuri, transparan, dan memberi efek jera bagi pelaku produksi dan pengedar rokok ilegal.
Hal ini diharapkan berdampak kepada tercapainya penerimaan cukai dan terciptanya ekosistem industri legal yang kondusif dalam jangka panjang.
Merujuk hasil survei Lembaga Survei Indodata, sebanyak 28,12 persen perokok di Indonesia pernah atau sedang mengkonsumsi rokok ilegal. Jika angka tersebut dikonversikan dengan pendapatan negara, maka potensi pajak yang hilang bisa mencapai Rp53,18 triliun.
Angka Rp53,18 triliun itu keluar berdasarkan estimasi rentang peredaran rokok ilegal itu ada 127,53 miliar batang dan temuan hasil survei ini tidak jauh berbeda dengan perhitungan gap antara CK-1 dan Susenas yang sebesar 26,38 persen.
“Meningkatnya peredaran rokok ilegal adalah kenaikan tarif cukai yang tinggi di tahun 2020 dan tahun 2021,” terang Henry Najoan.