Ilustrasi mi instan (pexels.com/Polina Tankilevitch)
Sementara itu, jika harga mie instan naik, maka dampaknya akan sangat besar ke masyarakat. Rusli mengatakan, mie instan kerap kali menjadi makanan penyangga (buffer) di kalangan masyarakat kecil.
"Mah mie instan ini, dampaknya lebih ke mie instannya. Kenapa? Dia kadang bisa menjadi salah satu buffer untuk bertahan. Banyak masyarakat menengah ke bawah itu makannya nasi dicampur mie instan kuah, gak perlu lauk seperti tempe atau telur. Jadi otomatis akan mengganggu masyarakat yang selama ini bergantung ke mie instan untuk variasi asupan bersama beras," ujar dia.
Namun, menurut Rusli, produsen mie instan di Tanah Air tak akan menaikkan harga. Kemungkinan besar, menurutnya, ukuran mie instan akan diperkecil karena menyesuaikan harga gandum yang naik.
"Kalau naik (harga gandumnya) kayaknya enggak, mungkin akan dikecilkan ukuran mie-nya. Karena kalau dinaikkan harganya terlalu riskan, dari segi pemasaran kurang tepat. Jadi mengecilkan ukuran, ini sama seperti tahun 1998. Ada pengusaha mie instan itu, bilang ke Pak Soeharto, bagaimana ini harga gandum naik. Pak Harto bilang jangan dinaikkan, tapi ukurannya diperkecil. Di 1998 mie instan ukurannya mengecil, karena krisis moneter, harga komoditas naik," tutur dia.