Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Impor Hasil Laut Jepang Kembali Disetop China
ilustrasi hasil laut (pixabay.com/Alif Fajar)

Intinya sih...

  • China desak pencabutan pernyataan Takaichi sebelum dialog berlanjut

  • Ketegangan berdampak pada perjalanan, warga, dan agenda budaya

  • Sikap China di PBB terhadap peluang Jepang di DK PBB

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times – China kembali menghentikan impor hasil laut Jepang pada Rabu (19/11/2025). Langkah terbaru ini dirilis kurang dari dua pekan setelah kapal pertama yang membawa produk laut Jepang akhirnya bisa masuk ke pelabuhan China berkat kesepakatan pelonggaran bertahap awal tahun ini.

Aturan pembatasan tetap diterapkan untuk produk dari 10 prefektur termasuk Fukushima. Adapun pemicu utama berasal dari memanasnya hubungan diplomatik setelah Perdana Menteri (PM) Jepang, Sanae Takaichi menyampaikan di parlemen pada 7 November 2025, blokade angkatan laut China di wilayah sekitar Taiwan bisa dianggap sebagai situasi mengancam kelangsungan hidup bangsa.

Ucapan tersebut membuka ruang bagi Jepang untuk menggunakan hak bela diri kolektif. Takaichi, yang dikenal sebagai politikus garis keras anti-China, lalu berusaha meredam pernyataannya dan berjanji tak akan mengulanginya di parlemen, namun Beijing tetap meminta pencabutan resmi.

1. China desak pencabutan pernyataan Takaichi sebelum dialog berlanjut

ilustrasi bendera China (pexels.com/aboodi vesakaran)

Dirjen Urusan Asia Kementerian Luar Negeri China, Liu Jinsong Pada Selasa (18/11) menyampaikan secara terbuka bahwa pertemuannya dengan pejabat Jepang, Masaaki Kanai, tak menghasilkan kemajuan. Menurut Liu, tak ada ruang penyelesaian sebelum Takaichi menarik kembali pernyataannya. Jepang kemudian menolak dasar imbauan perjalanan yang dikeluarkan Beijing karena menilai keamanan dalam negeri tetap kondusif.

Dilansir dari Japan Times, Kepala Sekretaris Kabinet Minoru Kihara mengatakan, Jepang masih membuka peluang dialog dengan China meski tanpa memaparkan langkah spesifik. Ia juga menyebut Tokyo telah mengajukan protes keras setelah televisi pemerintah China menayangkan rekaman Liu yang tampak menguliahi Kanai sesaat setelah pertemuan selesai, sebuah rekaman yang diambil tanpa koordinasi yang memadai dengan pihak Jepang.

2. Ketegangan berdampak pada perjalanan, warga, dan agenda budaya

ilustrasi pesawat terbang (pexels.com/Pixabay)

China mengeluarkan seruan resmi agar warganya menunda perjalanan ke Jepang sekaligus menyarankan mahasiswa menimbang ulang rencana kuliah di sana. Kedutaan Besar Jepang di Beijing meminta komunitas Jepang di China meningkatkan kewaspadaan pribadi melihat hubungan bilateral yang makin panas.

Sejumlah agenda budaya ikut terimbas, mulai dari pembatalan penampilan Yoshimoto Kogyo di Festival Komedi Internasional Shanghai hingga batalnya rencana pertemuan bilateral antara PM China Li Qiang dan Takaichi di sela KTT G20 di Afrika Selatan akhir pekan ini.

Peneliti dari Institut Studi Internasional China, Xiang Haoyu memberikan pandangan mengenai situasi tersebut.

“Tokyo mungkin berharap mengirim utusan untuk meredakan ketegangan dan menunjukkan sikap bersahabat kepada Beijing akan meredakan situasi, namun China sudah menegaskan sikapnya dengan jelas, bahwa kecuali Takaichi mencabut pernyataannya, seberapa banyak pun utusan diplomatik atau penjelasan dari Jepang tak akan menyelesaikan masalah ini,” kata Xiang, dikutip dari Global Times.

China juga mengisyaratkan kesiapan menggunakan keunggulannya pada mineral tanah jarang dan rantai pasok strategis lain bila ketegangan semakin meningkat.

3. Sikap China di PBB terhadap peluang Jepang di DK PBB

ilustrasi ruang konferensi (pexels.com/Jan van der Wolf)

Dilansir dari Anadolu Agency, dalam sidang pleno Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait reformasi Dewan Keamanan, Duta Besar China, Fu Cong mengatakan, Jepang sama sekali tak laik memperoleh kursi tetap di Dewan Keamanan PBB (DK PBB). Fu menilai pernyataan Takaichi soal Taiwan sangat keliru serta berbahaya bagi stabilitas kawasan dan tatanan global.

Ia menilai ucapan itu menghina keadilan internasional, merusak tatanan pasca-perang, melanggar prinsip dasar hubungan antarnegara, dan menyimpang dari komitmen Jepang terhadap pembangunan damai.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team