Jakarta, IDN Times - Pemerintah tengah menindak tegas maraknya peredaran pakaian bekas impor ilegal. Hal ini menyusul dampak dari aktivitas thifting yang menganggu industri teksil Tanah Air bahkan pelaku usaha UMKM yang memproduksi pakaian.
Bahkan pelarangan ini juga sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 tahun 2022 tentang Perubahan atas Permendag Nomor 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor.
Lantas mengapa data aktivitas impor pakaian bekas ini justru tercatat di Badan Pusat Statistik?
Kepala BPS, Margo Yuwono menjelaskan bahwa data yang tercatat di BPS telah berdasarkan laporan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Terlebih Bea dan Cukai memiliki tugas untuk melakukan pengawasan, dan mengecek barang yang masuk di wilayah Pabean.
"Data yang kita rilis itu sudah mengacu pada data Bea dan Cukai," tegasnya kepada IDN Times belum lama ini.