Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (Arief Rahmat)
Ilustrasi pertumbuhan ekonomi (Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi domestik pada 2022 di kisaran 4,3 persen. Proyeksi tersebut lebih kecil dari target pemerintah yang tercantum di dalam Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2022 sebesar 5,5 persen.

Ekonom Indef, Rizal Taufikurahman, menjelaskan proyeksi yang diberikan pihaknya bukan tanpa alasan. Banyak variabel yang digunakan INDEF sebelum akhirnya mengeluarkan proyeksi tersebut.

"Kami juga banyak sekali variabel dan faktor-faktor yang kita jadikan perhitungan proyeksi ini. Jadi, tidak hanya faktor yang berbasis pada kondisi sebelumnya, tapi juga faktor-faktor yang memang saat ini current issues dan kebijakan yang akan terjadi di tahun depan, baik kebijakan yang memang sudah berjalan dan juga kebijakan ekonomi global," tutur Rizal, dalam webinar bertajuk 'Bagaimana Nasib Ekonomi Indonesia di Tahun 2022?', Jumat (24/12/2021).

1. Target 5,5 persen tahun depan cukup sulit dicapai

IDN Times/Arief Rahmat

Lebih lanjut, Rizal mengatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun depan memang akan tumbuh baik, tetapi untuk sesuai seperti di dalam RAPBN 2022 cukup sulit dicapai. Ada beberapa hal yang bisa menjadi penghambat target pertumbuhan ekonomi 5,5 persen tahun depan. Salah satunya adalah beban yang dipikul APBN.

"Banyak faktor yang justru ketika mau akselerasi, kan harusnya harapannya sehabis krisis atau pandemik kemudian perbaikan, loncatannya diharapkan besar dengan catatan kondisi negara itu tidak banyak terbebani APBN-nya," kata Rizal.

Rizal menambahkan, pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen bisa dicapai jika rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) bisa dikendalikan. Adapun rasio utang Indonesia terhadap PDB sebesar 37 persen pada kuartal-III 2021. Angka itu turun tipis dibandingkan kuartal sebelumnya, yakni 37,5 persen.

2. Defisit APBN 2022 masih terlalu lebar

Ilustrasi APBN. (IDN Times/Aditya Pratama)

Kemudian, hal lain yang bisa membuat target 5,5 persen tercapai adalah mengecilnya defisit APBN. Pemerintah sendiri menargetkan defisit APBN tahun depan sebesar 4,85 persen. Rizal melihat hal tersebut masih terlalu lebar jika memang target pertumbuhan yang ingin dicapai pemerintah adalah di atas 5 persen.

"Sekarang (defisit) dua kali lipat dari sebelum pandemik, itu kan besar sekali. Tentu banyak hal seperti saya sampaikan, bagaimana masalah business cycle pada 2022 yang ditandai oleh pertumbuhan kredit yang masih rendah akselerasinya baik di pusat maupun daerah bahkan investasi pun sekalipun PMA atau FDI juga tumbuh, tapi nyatanya transmisinya nggak bisa langsung ke sektor riil," ucap Rizal.

3. Bank Indonesia meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa capai 5,5 persen

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Pandangan yang sama dengan pemerintah pun turut disampaikan oleh Bank Indonesia (BI). Gubernur BI, Perry Warjiyo, memprediksi ekonomi Indonesia pada 2022 bisa tumbuh di kisaran 4,7 sampai 5,5 persen. Dia meyakini, perekonomian tahun depan akan pulih lebih baik lagi.

"Di Indonesia, ekonomi akan pulih pada 2022. Insyaalah pertumbuhan akan lebih tinggi mencapai 4,7-5,5 persen pada 2022. Dari 3,4-4 persen pada 2021," kata Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) yang disiarkan melalui YouTube BI, Rabu (24/11/2021).

Adapun pemulihan ekonomi pada 2022 diyakini lebih baik beriringan dengan kinerja ekspor, investasi, dan juga peningkatan konsumsi masyarakat. Begitu juga vaksinasi COVID-19 yang terus meningkat. Dengan demikian, BI memprediksi tingkat inflasi pada 2022 di kisaran 2-4 persen.

"Inflasi rendah pada 2021, dan terkendali pada sasaran 3 plus minus 1 persen pada 2022. Didukung pasokan yang memadai, respons kebijakan BI koordinasi TPIP dan TPID," ucap Perry.

Selain itu, BI juga memprediksi nilai tukar rupiah akan tetap terjaga meski Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve (The Fed) akan mengurangi stimulus moneter dan secara bertahap menaikkan suku bunga acuan.

BI juga memproyeksi defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD) pada 2022 terjaga 1,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).

"Cadangan devisa meningkat, stabilitas sistem keuangan terjaga, kecukupan modal tinggi, likuditas melimpah, dana pihak ketiga dan kredit akan tumbuh masing-masing 7 sampai 9 persen, dan 6 sampai 8 persen pada 2022," tutur Perry.

Editorial Team