Ilustrasi Resesi. IDN Times/Arief Rahmat
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah menyatakan, meski Indonesia keluar dari resesi, hal tersebut tidak memberi dampak khusus bagi masyarakat secara luas.
Hal itu karena data pertumbuhan ekonomi 7,07 persen bukan data saat ini, melainkan data dari tiga bulan lalu dan tidak sesuai dengan apa yang terjadi sekarang.
"Tidak ada (dampaknya). Pertumbuhan 7,07 persen itu kan hanya catatan untuk perekonomian kita pada bulan April, Mei, dan Juni. Realitas yang kita hadapi sekarang, di bulan Agustus ini adalah gelombang kedua pandemik dan PPKM level 4," kata Piter, kepada IDN Times.
Piter melanjutkan, apa yang dialami masyarakat saat ini justru akan dicatat dan dilaporkan oleh BPS pada Oktober mendatang.
Sejalan dengan Piter, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira juga menganggap keluarnya Indonesia dari resesi tidak berdampak banyak bagi masyarakat.
Hal itu lantaran low base effect yang terjadi pada kuartal II-2021. Pertumbuhan ekonomi hingga 7,07 persen dikatakan Bhima sebagai hal yang wajar mengingat pada kuartal II-2020 perekonomian Indonesia anjlok hingga minus 5,3 persen.
"Jadi, ada sedikit pemulihan saja langsung positif tinggi. Ini disebut low base effect dan karena low base effect, maka dampak ke kualitas pertumbuhannya rendah. Serapan tenaga kerjanya belum maksimal," ujar Bhima.