Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
ilustrasi bekerja di industri perhotelan (unsplash.com/Zoshua Colah)
ilustrasi bekerja di industri perhotelan (unsplash.com/Zoshua Colah)

Intinya sih...

  • Keterampilan bahasa Inggris meningkatkan kualitas layanan dan ulasan positif.

  • Penurunan rating hotel dapat mengurangi pendapatan hingga 10%.

  • 94,4% hotel di Indonesia belum adopsi pelatihan bahasa Inggris berbasis AI.

  • Sulit menjaga kehadiran karyawan dalam program pelatihan bahasa Inggris.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Layanan ikonik dan kemampuan berbahasa Inggris dalam industri hospitality disebut bisa menjadi cara yang tidak hanya untuk membangun kepuasan tamu, tetapi juga mendorong loyalitas dan pertumbuhan pendapatan secara langsung.

Hal tersebut disampaikan oleh Managing Director ELSA Speak Indonesia, Yasser Muhammad Syaiful dalam HR Convention (HRCon) 2025 yang diselenggarakan oleh Human Resources Association (HRA) Bali di Uluwatu pada Selasa (16/9/2025).

Yasser mencontohkan Singapore Airlines dengan layanan sederhana, tetapi ikonik berupa warm towel service, yakni tradisi menyajikan handuk hangat kepada penumpang saat naik pesawat atau sebelum makan. Sekilas terlihat kecil, tetapi gestur ini menciptakan rasa nyaman, kesegaran, dan kesan personal yang membedakan Singapore Airlines dari kompetitor.

Menurut Yasser, detail semacam inilah yang terbukti meningkatkan guest satisfaction, membangun loyalitas, dan bahkan memungkinkan perusahaan menerapkan premium pricing.  

“Iconic service bukan hanya soal keramahan, tetapi bagaimana setiap interaksi meninggalkan kesan mendalam. Komunikasi efektif adalah inti dari pengalaman itu, dan disinilah AI berperan untuk menghadirkan pelatihan untuk komunikasi bahasa Inggris yang personal, relevan, dan berdampak pada kinerja bisnis,” ujar Yasser, dikutip Kamis (18/9/2025).

1. Pentingnya keterampilan bahasa Inggris dalam sektor hospitality

Managing Director ELSA Speak Indonesia, Yasser Muhammad Syaiful dalam HR Convention (HRCon) 2025 (dok. HRCon 2025)

Di sisi lain, data United Nations World Tourism Organization (UNWTO) menunjukkan, keterampilan bahasa Inggris yang kuat terbukti meningkatkan kualitas layanan dan ulasan positif, sedangkan riset Qualtrics memperingatkan potensi kerugian global hingga 4,7 triliun dolar Amerika Serikat (AS) per tahun akibat layanan buruk.

Bahkan studi Harvard menemukan bahwa penurunan satu bintang dalam rating hotel dapat mengurangi pendapatan tahunan hingga 10 persen.

“Fakta ini sejalan dengan survei ELSA di industri perhotelan, yang mengungkapkan bahwa 94,4 persen hotel di Indonesia belum pernah mengadopsi pelatihan bahasa Inggris berbasis AI yang hyper-personalized, padahal inefisiensi waktu, relevansi konten, dan keterbatasan skala pelatihan menjadi Top 3 tantangan utama yang dihadapi leaders di industri perhotelan,” ujar Yasser.

2. Tantangan mengajarkan program bahasa Inggris ke karyawan hotel

Potret karyawan hotel (pexels.com/Andrea Piacquadio)

Sementara itu, Director of Human Resources Nusa Dua Beach Hotel & Spa Bali sekaligus Head of Government Relations HRA Bali, NN Sudiasih mengungkapkan tantangan program bahasa Inggris untuk karyawan-karyawan hotel.

“Dulu, sulit sekali menjaga tingkat kehadiran karyawan dalam program pelatihan bahasa Inggris karena jadwal yang padat dan materi seringkali tidak sesuai kebutuhan industri. Namun, dengan pendekatan ELSA yang menyesuaikan konten pada konteks hospitality dan memungkinkan karyawan belajar sesuai waktu mereka sendiri, partisipasi menjadi jauh lebih tinggi. Saya percaya, penguasaan bahasa Inggris yang baik akan sangat membantu meningkatkan reputasi hotel di mata tamu internasional,” tutur dia.

3. Cara ELSA manfaatkan AI ajarkan bahasa Inggris ke karyawan hotel

ilustrasi AI dan manusia (pexels.com/cottonbro studio)

ELSA menggunakan teknologi artificial intelligence (akal imitisai/AI) speech analyzer dan simulasi role-play kontekstual, yang memungkinkan karyawan berlatih sesuai dengan SOP hotel dan kebutuhan nyata di lapangan. Role-play ini memungkinkan seluruh karyawan hotel berlatih menghadapi real-world situation secara praktikal.

Contohnya, bagi karyawan front office, ELSA AI dapat berperan sebagai tamu hotel dari luar negeri yang menyampaikan komplain sehingga karyawan dapat langsung berlatih menangani kasus nyata sesuai standar kerja. Di sisi lain, kesibukan karyawan hotel di tengah tingkat okupansi yang tinggi tidak lagi menjadi hambatan karena mereka tetap bisa belajar 24/7 melalui mobile phone kapanpun dibutuhkan. 

Yasser mengatakan, pendekatan tersebut tidak hanya meningkatkan kemampuan bahasa Inggris, tetapi juga memberikan dampak positif bagi efektivitas program HR sekaligus kinerja bisnis hotel. Implementasi di berbagai jaringan hotel di Indonesia telah menunjukkan hasil konkret, yakni peningkatan rata-rata 19 persen skor English Proficiency Score (EPS) hanya dalam tiga bulan, setara dengan peningkatan 2–3 level kemampuan bahasa (contoh, dari level intermediate ke level advanced).

“Teknologi tidak pernah menggantikan human touch yang menjadi ciri khas hospitality Bali. Justru dengan AI, kita memperkuat identitas itu dan memastikan bisnis dapat tumbuh berkelanjutan,” kata Yasser.

Editorial Team